Kami Lapar
Untuk kami yang hina ini, angin pun enggan menyapa.
Langit mendung tanpa janji hujan yang nyata.
Perut mengerang, tak ada beras di meja.
Berilah kami sedikit saja remah dari pesta.
Jalanan penuh debu, kaki telanjang terbakar bara.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, kerja keras hanya sia-sia.
Keringat bercucuran, hasilnya tetap hampa.
Upah tak cukup membeli mimpi sederhana.
Berilah kami sedikit saja harapan yang tersisa.
Jangan biarkan anak kami mati dalam dahaga.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, hukum hanya milik mereka.
Hak kami terampas, suara kami tak berdaya.
Keadilan dibeli, kebenaran dikubur tanpa nisan.
Berilah kami sedikit saja ruang untuk bersuara.
Kami tak butuh pidato panjang yang tak bermakna.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, tanah subur jadi milik mereka.
Ladang kami dirampas, sawah kami kering merana.
Sementara rak-rak pasar penuh dengan harga tak terbeli.
Berilah kami sedikit saja hak atas bumi pertiwi.
Kami petani, tapi kami tak punya tanah sendiri.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, pekerjaan bagai ilusi.
Syarat tinggi, upah rendah, nasib tetap tak pasti.
Pabrik-pabrik berdiri, tapi pintunya tertutup untuk kami.
Berilah kami sedikit saja kesempatan mengais rezeki.
Kami ingin bekerja, bukan sekadar bermimpi.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, sekolah jadi kemewahan.
Buku mahal, seragam pun tak mampu dibeli tangan.
Ilmu hanya milik mereka yang punya harta.
Berilah kami sedikit saja cahaya dari lentera.
Anak-anak kami ingin cerdas, ingin menggapai cita.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, rumah bukanlah tempat berlindung.
Atap bocor, dinding reyot, lantai hanya tanah basah.
Hujan datang, tubuh menggigil tanpa selimut.
Berilah kami sedikit saja tempat untuk berteduh.
Kami tak butuh istana, hanya sudut yang layak.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, udara pun sudah beracun.
Pabrik-pabrik mencemari, sungai pun berubah hitam.
Paru-paru kami sesak, anak-anak kami terbatuk.
Berilah kami sedikit saja hak untuk bernapas.
Kami ingin menghirup udara yang segar.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, tanah air terasa asing.
Janji-janji pemimpin hanya angin yang berlalu.
Mereka duduk di singgasana, lupa pada yang jelata.
Berilah kami sedikit saja pemimpin yang bijaksana.
Yang mendengar jeritan kami tanpa menutup telinga.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, agama pun terasa jauh.
Masjid dan gereja megah, tapi kami tetap sendiri.
Doa-doa kami mengudara, entah didengar atau tidak.
Berilah kami sedikit saja keimanan yang nyata.
Bukan sekadar kata-kata di mimbar yang tinggi.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, harga diri terinjak-injak.
Kemiskinan membuat kami tak dihargai.
Martabat kami diukur dari selembar uang.
Berilah kami sedikit saja ruang untuk bermimpi.
Kami juga manusia, bukan sekadar angka statistik.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, suara kami tak pernah didengar.
Pemilu datang, kami diundang, lalu ditinggalkan.
Lima tahun menunggu, janji tinggal abu.
Berilah kami sedikit saja hak sebagai rakyat.
Jangan jadikan kami alat meraih tahta.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, negeri ini terasa asing.
Hasil bumi dikirim jauh, tapi kami tetap miskin.
Sumber daya berlimpah, tapi kami hanya penonton.
Berilah kami sedikit saja hasil negeri ini.
Kami tak ingin sedekah, hanya keadilan.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, kota hanya untuk mereka.
Kami terusir ke pinggiran, ditindas harga yang gila.
Sementara istana megah berdiri di tengah kota.
Berilah kami sedikit saja hak untuk hidup di sini.
Kami bukan pengemis, kami rakyat negeri ini.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, masa depan terasa kabur.
Hari ini sulit, esok lebih gelap.
Harapan bagai bayangan yang tak bisa digenggam.
Berilah kami sedikit saja cahaya dalam gelap.
Jangan biarkan kami tenggelam dalam putus asa.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, keadilan tak pernah tiba.
Penguasa sibuk membangun mimpi mereka sendiri.
Sementara kami terus berjuang tanpa harapan.
Berilah kami sedikit saja kebijakan yang adil.
Bukan sekadar wacana di meja parlemen.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, cinta tanah air terasa pahit.
Bagaimana mencintai negeri yang tak mencintai kami?
Bagaimana setia jika kami terus dilupakan?
Berilah kami sedikit saja alasan untuk bertahan.
Kami ingin mencintai negeri ini sepenuh hati.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, hidup hanya soal bertahan.
Esok tak pasti, hari ini pun penuh luka.
Kami hanya ingin hidup tanpa ketakutan.
Berilah kami sedikit saja ketenangan jiwa.
Kami tak meminta banyak, hanya hak kami.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, tak ada pilihan lain.
Jika keadilan tak datang, kami akan menjemputnya.
Jika tak ada pemimpin yang peduli, kami akan berdiri sendiri.
Berilah kami sedikit saja kesempatan memperbaiki negeri.
Kami tak ingin melawan, tapi kami dipaksa.
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Untuk kami yang hina ini, sabar ada batasnya.
Jika kenyang terus menindas lapar, sejarah akan menulisnya.
Rakyat yang terpinggirkan akan bangkit sendiri.
Berilah kami sedikit saja hak yang seharusnya milik kami.
Jangan tunggu kami marah, karena jika itu terjadi kami juga yang akan ditindas dengan kekerasan,
Tolong jangan biarkan kami selalu dalam kelaparan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI