Mohon tunggu...
Imam Sahroni Darmawan
Imam Sahroni Darmawan Mohon Tunggu... Pegiat Desa

Saya peneliti yang bekerja dengan tekun untuk memahami fenomena melalui metode ilmiah. Saya fokus pada analisis data dan kolaborasi, terus belajar dari setiap proses. Dengan integritas, saya menjalankan penelitian secara cermat untuk menghasilkan temuan yang bermanfaat. Saya berupaya memberikan kontribusi sederhana namun bermakna bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berdaulat Secara Politik, Terjajah Secara Nalar: Kisah Indonesia yang Tertahan

29 Juni 2025   02:40 Diperbarui: 29 Juni 2025   02:40 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terjebak di labirin stagnasi: harapan generasi muda Indonesia menghadapi tembok sistemik menuju kemajuan yang kian menjauh Oleh Imam Sahroni Darmawan

Abstrak:
Indonesia, dengan segala potensi geografi, demografi, dan kekayaan sumber dayanya, telah sekian lama menyandang status "negara berkembang" tanpa tanda-tanda lonjakan struktural menuju negara maju. Artikel ini mengupas secara mendalam dan multidimensional mengapa stagnasi ini terjadi.

Dengan pendekatan interdisipliner dari ekonomi politik, sosiologi pembangunan, dan teori kelembagaan, tulisan ini menelanjangi jantung persoalan Indonesia yang kerap diselimuti euforia nasionalisme semu. Artikel ini bukan sekadar pemetaan masalah, tetapi juga panggilan untuk mendobrak status quo melalui reformasi institusional yang radikal dan revolusi kebudayaan rasional.

1. Pendahuluan: Paradoks Negeri Potensial

Indonesia telah 79 tahun merdeka, namun posisi geopolitiknya tetap terseok dalam kategori "developing country". Retorika tentang "potensi besar" sudah berulang kali diucapkan dalam pidato-pidato kenegaraan, namun realitasnya tetap stagnan. PDB per kapita naik, tapi struktur ekonomi tak berubah signifikan. Apa yang salah?

2. Jebakan Struktural: Oligarki dalam Demokrasi Prosedural

Indonesia mengalami demokratisasi secara prosedural, bukan substantif. Oligarki ekonomi-politik justru beradaptasi dan memperkuat cengkeramannya dalam sistem demokrasi.

Jeffrey Winters (2011) menyebut ini sebagai oligarchic democracy: ketika segelintir elite memanfaatkan demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan ekonomi-politik mereka.

Praktik klientelisme dan patronase menjadikan jabatan sebagai alat transaksional. Pemimpin dipilih bukan karena visi, tetapi karena koalisi. Kebijakan publik kehilangan rasionalitasnya karena tersandera logika balas budi politik.

3. Ekonomi Komoditas: Negara Tanpa Daya Tawar Industri

Indonesia masih menggantungkan ekonomi pada ekspor bahan mentah: batu bara, kelapa sawit, nikel. Ketika harga dunia naik, ekonomi tumbuh; ketika anjlok, ekonomi kolaps.

Negara tak memiliki kapasitas teknologi dalam rantai nilai global. Upaya hilirisasi belum menyentuh esensi: transformasi teknologi. Tanpa riset dan pengembangan yang kuat, Indonesia akan tetap sebagai supplier mentah bagi mesin kapitalisme global.

Data World Bank (2023): R&D spending Indonesia hanya 0,3% dari PDB, jauh di bawah Korea Selatan (4,9%) atau China (2,4%).

4. Pendidikan Tinggi yang Tak Tinggi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun