Mohon tunggu...
Imam Sahroni Darmawan
Imam Sahroni Darmawan Mohon Tunggu... Pegiat Desa

Saya peneliti yang bekerja dengan tekun untuk memahami fenomena melalui metode ilmiah. Saya fokus pada analisis data dan kolaborasi, terus belajar dari setiap proses. Dengan integritas, saya menjalankan penelitian secara cermat untuk menghasilkan temuan yang bermanfaat. Saya berupaya memberikan kontribusi sederhana namun bermakna bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berdaulat Secara Politik, Terjajah Secara Nalar: Kisah Indonesia yang Tertahan

29 Juni 2025   02:40 Diperbarui: 29 Juni 2025   02:40 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terjebak di labirin stagnasi: harapan generasi muda Indonesia menghadapi tembok sistemik menuju kemajuan yang kian menjauh Oleh Imam Sahroni Darmawan

Universitas di Indonesia masih sibuk dengan akreditasi administratif dan bukan pencapaian ilmiah. Konektivitas antara universitas dan industri hampir nihil. Tidak ada ekosistem inovasi yang mendorong ekonomi berbasis pengetahuan.

Lulusan perguruan tinggi lebih banyak mengisi sektor informal dibanding sektor produktif formal. Ini bukan karena "minim lapangan kerja", melainkan karena kurangnya daya saing keterampilan dan inovasi.

5. Birokrasi yang Korup dan Tak Efisien

Birokrasi kita gemuk namun tidak lincah. Alih-alih sebagai mesin pelayanan publik, birokrasi sering menjadi bottleneck utama pembangunan. Korupsi bersifat sistemik, bukan insidental. Mekanisme pengawasan lemah, dan sanksi jarang menyentuh aktor-aktor besar.

Dalam teori path dependence, sistem yang buruk akan terus direproduksi jika tidak ada intervensi radikal yang memutus rantainya.

6. Ketimpangan Sosial dan Keadilan yang Timpang

Pembangunan Indonesia terpusat di Jawa dan wilayah urban. Desa dan wilayah timur Indonesia sering diposisikan sebagai objek pembangunan, bukan subjek.

Gini Ratio Indonesia stagnan di angka 0.38--0.40, mencerminkan ketimpangan yang membahayakan kohesi sosial.

7. Budaya Politik: Anti-Kritik dan Irrasionalitas Kolektif

Salah satu kendala paling mendasar adalah budaya politik yang feodal, paternalistik, dan alergi terhadap rasionalitas. Kritik dianggap ancaman, bukan koreksi. Intelektual dikerdilkan; populisme dan euforia nasionalisme palsu dipuja.

Dalam masyarakat yang tidak memuliakan nalar, kebijakan tidak lahir dari argumen terbaik, tapi dari narasi terkeras.

8. Ketergantungan Global yang Membelenggu

Indonesia terjebak dalam struktur kapitalisme global yang menjadikannya pasar, bukan produsen utama. Investasi asing masuk, namun tidak mendorong teknologi lokal. Utang luar negeri membengkak, tetapi tidak memperkuat kapasitas domestik.

9. Apa yang Harus Dilakukan? Jalan Reformasi Struktural-Rasional

Untuk keluar dari stagnasi ini, Indonesia memerlukan lompatan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun