Allah swt Tahu doa para musafir: hujan di redakan tatkala pita tersentuh di wilayah Nganjuk.
Sepanjang jalan yang kami lewati truk dan bus AKAP memenuhi ruas. Kami mengalah. Tidak ada gunanya menyusup diantara mereka. Begitu padat begitu redup. Kondisi ini membuatku celaka. Insiden terjadi. Ban depan terlalu ambil kekiri hingga keluar marka jalan-antara aspal dengan tanah terlalu menjurang.
Motor terjerembab. Secara reflek aku meloncat. Seorang sopir truk mencoba menolong-tempat itu pemberhentian truk muatan logistik. Catur menyusul menanyakan keadaan.
Kondisiku baik-baik saja. Hanya jeans memar dibagian dengkul. Motor juga waras cuma footstep dan pijakan rem bengkok sedikit-tidak sesuai dudukan.
Suprit diambil Catur, aku bonceng IAP. Laju kembali menelusuri rute padat. Kendara malam memang tidak panas tapi yang kami telusuri ini berisi angkuta muatan besar. Optimus Prime memenuhi bahu jalan berselingan dengan bus-Mira-Eka-Sumber Selamat. Bus-bus itu dengan enaknya melaju tenang berkecepatan tinggi. Aku punya keyakinan, urat jeri mereka-sopir bus jawa timuran-telah digadaikan.
Menempati posisi boncenger ternyata tak lebih baik. Mataku kian berat-ini kantuk kelas sumo. Helm aku pukuli, pelupuk mata aku pijiti sebagai perlawanan agar tetap melotot. Kami masih diwilayah Nganjuk.
Perjalanan harus diteruskan. Sesekali IAP merubah posisi pantat, itu merupakan respon bahwa "panas" membakar kumpulan lemaknya-perih. Hal sama terjadi padaku. Â
mulutku tak lepas komat-kamit dzikir sesekali diganti senandung kecil. Posisi boncenger mendapat kesempatan luas mengamati medan. Kegelapan belum beranjak-selang seling tersorot lampu kendara dari depan maupun belakang.
Madiun menunggu kedatangan kami.
Dalam benak timbul pertanyaan: Apakah memang tidak begitu penting lampu jalan di sepanjang rute ini? Apakah dana untuk operasionalnya tidak ada? Sepertinya aku harus menyetop segala macam 'Apakah' yang mengapung dikepala. Konsentrasi sajalah pada ridingmu.
Hutan jati dengan kegelapan penuh menandai bahwa inilah hutan Saradan. Artinya wilayah Madiun terjamah. Kali kedua kami melewatinya. Bus dan truk berhimpitan menguasai aspal jalan. Perasaan, penunggang motor hanya kami bertiga. Tidak menjumpai rider lain. Jarang motor tapi ramai truk.