Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Bodong

3 Januari 2016   18:01 Diperbarui: 3 Januari 2016   18:52 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tindakanmu mencari aku satu minggu yang lalu itu sudah cepat, Sin. Otakku yang cemerlang ini sudah merumuskan suatu mekanisme sakti. Ini, kartu harapan yang perlu kau simpan. Di situ tertulis ‘Saya akan kaya instan kurang dari 1 minggu.’ “

Diterima Sinda kartu harapan dari tanganku. Memang tidak ada yang berbeda dari kartu yang berisi harapan lainnya. Tapi yang baru akan kukatakan berikutnya inilah yang akan membuat kartu tersebut bagaikan cek senilai 100 triliun rupiah.

“Biasanya aku hanya menjual harapan. Cara menggapai harapannya dijual terpisah. Tapi, kali ini aku memberikannya spesial untukmu. Harapan plus cara-caranya. Biasanya harapan kuubah kemasannya menjadi bentuk lain seperti resolusi. Yang satu ini, kunamai ‘Investasi’.”

Kulihat binar mata Sinda menyala-nyala. Artis berbuah dada besar itu makin terlihat rakus saja nafsunya menunggu paparan strategiku untuk membuatnya kaya instan. Malam itu kami saling berdagang, saling tukar menukar. Strategi investasiku ditukar dengan tubuh moleknya. Nafsu akan uangnya bertempur dengan nafsu berahiku.

Sinda kaya instan. Bermodalkan tipu sana sini, jual diri sana sini, dia berhasil menjalankan praktik investasi yang kami namai “investasi bodong”, sesuai dengan namaku. Aku sendiri sudah jarang bertemu dengan Sinda. Biarlah dia dan bawahan-bawahannya saja yang banting tulang meneruskan warisan jeniusku ini.

Suatu hari kulihat Sinda dengan seorang teman laki-lakinya di televisi. Mereka sedang digiring beberapa polisi dan tampak berusaha menutupi wajahnya. Terbaca di tagline berita “Artis cantik SN tipu masyarakat dengan investasi bodong.”

Naas sekali nasib Sinda. Baru saja menikmati kekayaan instannya, eh malah masuk penjara. Beberapa kali kudengar isu dia membocorkan namaku sebagai dalang utama di balik semua penipuan ini, tapi tetap saja polisi, jaksa, dan hakim tidak percaya.

Sudah kubilang kan, aku tak tersentuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun