Upaya membenturkan Dasco dan Jokowi sungguh tidak masuk akal. Semua yang mengikuti peta politik nasional tahu, Sufmi Dasco adalah salah satu tokoh paling loyal dan konsisten menjaga harmoni Gerindra dengan Presiden Jokowi, bahkan sejak pasca Pilpres 2019. Ia bukan politisi yang suka cari panggung. Ia justru dikenal tenang, penuh perhitungan, dan tak gampang terpancing.
Mereka yang menggiring narasi ini sejatinya bukan sedang membela siapa-siapa. Mereka justru sedang mencari keuntungan dari kekacauan, berharap relasi antarpartai menjadi renggang agar mereka bisa masuk sebagai "juru damai yang palsu".
Dan tentu saja, publik kita tidak sebodoh itu.
Logo Bukan Soal Sakral, Tapi Konsistensi
Dalam era digital ini, perubahan logo bukanlah isu besar. Banyak organisasi melakukan rebranding. Tapi yang membuatnya menjadi masalah adalah ketika perubahan simbol tidak dibarengi dengan konsistensi sikap politik, apalagi jika perubahan itu memunculkan kesan "ikut arus kekuasaan".
Ketika perubahan itu disentil secara ringan dalam forum santai, lalu tiba-tiba berubah jadi kegaduhan nasional, maka jelas ada yang sedang menumpang bermain di air keruh.
Apakah mereka takut logo baru dibaca sebagai simbol perubahan arah ideologi?
Ataukah takut bahwa publik sedang mencatat inkonsistensi mereka?
Yang pasti, Dasco tidak sedang menyindir. Tapi mereka yang menggiring narasi---itulah yang sedang menyindir dirinya sendiri.
Penutup: Politik Sehat Butuh Kedewasaan, Bukan Drama Murahan
Kita butuh politik yang dewasa, yang bisa membedakan antara satire, kritik, dan serangan. Jika guyonan saja bisa digoreng jadi narasi perpecahan, maka yang harus dikoreksi bukan Dasco---tetapi mereka yang terus menghidupkan politik trauma dan kecurigaan.