Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mobilisasi Umum adalah Solusi Pandemi?

30 Maret 2020   18:07 Diperbarui: 31 Maret 2020   17:56 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : AFP/ANTHONY WALLACE via KOMPAS.com

Kelemahanku (apa kelebihan ya) adalah menyikapi apapun dengan humor. Karena memang hidup tidak jauh dari soal sendau gurau. Hidup adalah permainan. Maka bermainlah dengan benar. Bersenang-senanglah tapi jangan kebablasan. Serius jangan keseringan. Raimu boros.

Itulah kenapa aku bisa menangkap sisi humor dari kejadian apa pun. Semua bisa dihumorkan. Masalahnya adalah tega atau nggak tega melakukan itu. Itu yang kutakutkan. Aku bisa saja cekaka'an saat ada musibah. Itu jelas kurang ajar, nggak sopan.

Seperti saat ada musibah seorang karyawan yang dua jarinya putus tertimpa mesin potong. Ketika doa bersama, salah satu doa yang disebut oleh yang mimpin doa "Ya Tuhan segera pulihkan kembali kesehatannya". Tapi yang ada di kepalaku adalah "Ya Tuhan tumbuhkan kembali jarinya.."

Harry Rusli pernah cerita di acara doa bersama antarumat beragama saat ramai-ramainya demo mahasiswa menuntut Soeharto turun. Saat jadi mahasiswa, dia juga sering ikut demo. Pernah tertangkap, diinterogasi, dipukuli dan dikencingi oleh polisi. Tentu saja semua ngeri mendengarnya. Tapi aku malah ngakak sendiri. Karena aku membayangkan yang ngencingi dia itu Polwan.

Begitu juga saat pandemi Corona sekarang ini. Aku ngekek nyawang wong-wong podo mbebeki, panik luar biasa. Kon iku lapo se Mbloeng. Kere kok nuntut lockdown. Wis siap keluwen ta. Lha wong artine lockdown ae gak geruh (ngertine smackdown) kok nuntut ae.

Saking paniknya, handsanitizer buat cuci muka. Biar mukanya bebas dari bakteri kali, ya.

Aura kepanikan terasa di mana-mana. Terutama di medsos. Buanyak sekali yang minta segera lockdown. Taek rek, mbok nek panik iku ojok diketokno opo'o. Nulari liyane. Aku wegah panik. Wis elek panik, rai rembes tambah dadi koyok bedes.

Banyak yang bilang Lockdown harga mati. Opo ae se rek, nggak ada harga mati. Harga mati itu urusan tauhid. Hidup begitu luas dimensinya kok harga mati. Tenang ae ta lah, ojok panik. Jalankan saja prosedur pengamanan yang sudah sering di-share di WA. Yang diulang-ulang terus sampek wetengku neq, kudu mutah. Overdosis.

Bisa jadi mereka yang panik itulah yang bakalan jadi pasien Corona berikutnya. Karena salah satu pintu utama masuknya penyakit ke dalam tubuh adalah panik. Makanya tutup pintu itu dengan berpikir positif. Tetap tenang walau rasa takut masih saja ada. Itu manusiawi.

Lockdown untuk kasus di Indonesia itu keputusan paling terakhir. Aku percaya pemerintah sudah kerja keras dan tidak akan mengorbankan rakyatnya. Justru kalau lockdown malah mengorbankan rakyat miskin. Pemerintah nggak bakalan sanggup merinci jumlah rakyat miskin yang akan disubsidi sembako. Jumlahe puluhan juta ewu eket. Dan dananya juga terbatas.

Aparat juga pasti angkat tangan kalau menghadapi kebrutalan rakyat yang lapar. Penjarahan akan terjadi dimana-mana. Penjarahan tidak pada toko atau swalayan tapi pada kalian-kalian, orang kaya yang punya persediaan sembako banyak. Karena sembako di toko atau swalayan stoknya sudah habis atau untuk dipakai sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun