Di mata Donald Roller Wilson, seekor orangutan bukan sekadar satwa liar penghuni hutan tropis. Ia menjelma menjadi tokoh bangsawan dengan pakaian rapi, lengkap dengan ekspresi penuh wibawa. Lukisan-lukisan Wilson selalu menghadirkan sosok orangutan yang unik---antara humor, keanggunan, dan ironi.
Namun di balik keindahan kanvas itu, terselip sebuah pertanyaan untuk kita semua, apakah kelak kita hanya bisa melihat orangutan hanya sebagai karya seni? Apakah hutan-hutan yang dulu menjadi rumah aman bagi mereka akan lenyap, sementara tinggal di kanvas mereka justru terlihat lebih terlindungi daripada di dunia nyata?
Di balik keanggunan orangutan bangsawan dalam lukisan Donald Roller Wilson, terdapat kenyataan pahit yang sering kita lupakan: di luar kanvas, orangutan menghadapi krisis eksistensial. Sebagai satwa non-manusia, mereka memiliki hak untuk hidup aman---bukan hanya sebagai simbol artistik, tetapi sebagai makhluk yang memiliki martabat dan kebebasan. Dalam perspektif Hak Asasi Hewan, hewan non-manusia seharusnya dipandang sebagai anggota komunitas moral, bukan sekadar properti atau objek estetika .
Di lapangan, realitas ini jauh dari ideal. Hutan-hutan Indonesia---rumah alami orangutan---tergerus cepat akibat aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, kebun kelapa sawit, perburuan, dan fragmentasi habitat. Ironisnya, di kanvas mereka selalu tampak terlindungi; namun di dunia nyata, perlindungan mereka kian luntur.
Meski pemerintah menggagas konsep forest city dan zona hijau, pertimbangan itu sering dinilai belum cukup kuat: pembangunan tetap berlanjut sementara habitat terus terdesak . Bahkan sebagian besar lahan yang dianggap cocok untuk konservasi terbukti tidak layak, sehingga hanya sekitar 9% lahannya yang benar-benar memungkinkan jadi kawasan aman untuk orangutan.
Untuk merespons kritik ini, Otorita IKN bersama KLHK dan Yayasan Arsari meluncurkan Pulau Suaka Orang Utan Kelawasan---habitat buatan di Teluk Balikpapan bagi orangutan dewasa yang tidak bisa dilepasliarkan . Selain itu, pada April 2025, BKSDA bersama BOSF berhasil melepasliarkan 6 individu orangutan ke Hutan Kehje Sewen---bagian dari upaya rehabilitasi lebih luas, dengan total 136 orangutan dilepas. Langkah ini menunjukkan niat baik, tetapi juga menegaskan bahwa solusi struktural seperti penguatan habitat asli masih sangat dibutuhkan.
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus)Â