Dalam buku Mlaku Thimik-Thimik karya Grace W. Susanto, budaya luar sangat memengaruhi perkembangan dan jenis kebaya.
Dengan kata lain, berbagai jenis kebaya yang ada saat ini merupakan hasil akulturasi budaya Jawa dengan budaya lainnya.
Dalam hal jenis, kebaya terbagi menjadi kebaya Jawa, kebaya Betawi, kebaya Sunda, kebaya Bali, kebaya Madura dan kebaya Melayu.
Setiap jenis kebaya memiliki ciri khas, misalnya kebaya Jawa dengan ciri khas tempelan kain pada bagian dada yang disebut sebagai kutu baru, perkembangan dari pemakaian kemben.
Lalu, Kebaya Betawi merupakan akulturasi budaya Cina dan Melayu, sehingga memiliki desain yang sangat variatif.
Kebaya Sunda dan Tasik yang memiliki ciri khas garis leher berbentuk segi lima dan kerah yang tegak.
Sedangkan Kebaya Bali ditandai dengan ciri lengan pendek atau panjang, dilengkapi dengan sebuah selendang.
Kebaya Madura atau Kebaya Rancongan memiliki panjang kebaya sampai pinggang dengan bagian bawah meruncing dan potongan serong yang khas.
Sementara itu, Kebaya Melayu dengan desain kain yang panjang, bentuknya mirip dengan kebaya Jawa, namun di bagian tengah identik dengan hiasan peniti atau bros.
Susul Pengajuan Reog Ponorogo
Pengajuan kebaya sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) atau Intangible Culture Heritage (ICH) menyusul Reog Ponorogo.