Menteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan tidak ditemukan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Klaim ini disampaikannya usai meninjau langsung lokasi tambang dari udara menggunakan helikopter. "Secara objektif, tidak ada kerusakan lingkungan," ujar Bahlil saat konferensi pers. Pernyataan ini diperkuat oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang menyebutkan bahwa hasil pengawasan udara tidak menunjukkan adanya sedimentasi yang signifikan di pesisir.
Namun, pernyataan tersebut menuai kritik tajam dari masyarakat adat, aktivis lingkungan, dan pemerhati kawasan Raja Ampat. Mereka menilai pendekatan pemantauan melalui udara tidak cukup untuk menilai dampak ekologis secara menyeluruh. "Serius, kita masih ukur kerusakan lingkungan dari jendela helikopter saja?" ujar salah satu aktivis yang ikut serta dalam aksi protes. Di darat, cerita berbeda terdengar. Warga menyebut laut mereka kini makin keruh, ruang hidup makin menyempit, dan kawasan wisata yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal mulai terdampak. Ironisnya, ketika sekelompok warga mencoba menyampaikan aspirasi mereka langsung di bandara, sang Menteri justru memilih keluar lewat pintu belakang.
"Ini bukan soal anti-tambang, tapi soal transparansi dan kejujuran," ujar perwakilan masyarakat adat. Mereka menegaskan bahwa jika memang tidak ada kerusakan lingkungan, maka sudah seharusnya data pemantauan dibuka secara menyeluruh. Mereka menuntut keterlibatan masyarakat, ilmuwan independen, dan aktivis lingkungan dalam proses verifikasi dampak tambang. Raja Ampat bukan milik segelintir pihak. Ia adalah warisan dunia yang menyimpan keanekaragaman hayati laut luar biasa. Dunia mengenal Indonesia lewat Raja Ampat, dan tanggung jawab untuk menjaganya tidak boleh dikaburkan oleh narasi-narasi elitis demi menjaga citra.
Jika udara dijadikan patokan, lalu bagaimana dengan tanah yang dipijak masyarakat tiap hari? Jika tak ada kerusakan, mengapa keluar lewat pintu belakang?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI