Mohon tunggu...
Rizky Hadi
Rizky Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Anak manusia yang biasa saja.

Selalu senang menulis cerita.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Catatan Akhir Magang

10 November 2021   09:58 Diperbarui: 11 November 2021   01:46 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terik masih mengungkung desa saat kami (18 mahasiswa program Magang) melakukan foto bersama dengan bapak/ibu guru pembimbing. Masa-masa praktek mengajar selama enam pekan telah usai. Hal yang kami dapat, pengalaman yang kami terima, dan orang-orang yang kami kenal tak mungkin hanya sekadar numpang lewat.

Kami telah memasuki semester ke tujuh dalam perjalanan mendapatkan gelar yang diimpikan. Program Magang (di sekolah) yang disediakan oleh kampus, menjadi estafet kelompok terakhir setelah menemui klimaks dalam program KKN beberapa bulan lalu.

Setelah ini, kami akan menanggalkan tongkat kelompok dan mencengkeram erat tongkat individu. Selepas ini pula, semuanya tentang diri kami sendiri. Bagaimana jalan yang temui nanti, tergantung diri sendiri.

Benar. Dalam program Magang ini, kami secara harfiah dibentuk dalam sebuah kelompok yang mana adalah pekerjaan kelompok terakhir kami di strata pertama perguruan tinggi.

Selepas itu, kami akan secara mandiri akan menghadapi jalur akhir yang paling menantang yakni skripsi. Yang berarti kami harus bekerja secara perseorangan. Tak ada lagi kelompok, apalagi basa-basi persoalan.

Bagi saya program Magang ini berarti limitation. Ada banyak pertanyaan ketika saya memulai Magang. Mulai dari apakah saya bisa mentransfer pengetahuan dengan baik kepada murid-murid hingga apakah saya bisa menjadi pendidik yang menyenangkan? Beberapa pertanyaan terus berkelebat di kepala.

Namun segalanya hanya akan menjadi pra nalar tanpa adanya pembuktian. Belum lagi harus membatasi sikap saya sendiri kepada para murid.

Contoh kecilnya, saya harus memberitahu bahwa untuk memperbanyak belajar dan jangan terlalu sering pulang larut malam sementara kenyataannya hal tersebut berbanding terbalik dengan saya.

Sebagai pendidik -- menurut saya, harus pandai-pandai mengatur sikap. Tidak mungkin saya memperlihatkan sikap yang sama ketika di tongkrongan dan di dalam kelas. Different way.

Di program Magang ini saya belajar banyak mengenai itu. Bahwa seburuk apa pun hari saya, pada waktunya berdiri di depan kelas sepatutnya saya harus berubah menjadi pribadi yang menyenangkan. Melepaskan atribut kesedihan dan kekesalan.

Di setiap pengalaman baru, pasti menyisakan secuil peristiwa yang masih mengikat di pikiran. Entah itu fun incident maupun bad incident, tetap akan sulit dilupakan dalam sekejap. Ada dua poin yang menarik perhatian saya selama Magang ini.

Nostalgia

Sewaktu saya menjejakkan kaki pertama di tempat Magang (sekolah), hal yang pertama kali saya rasakan ialah "WOW". Perasaan yang sama ketika 9 tahun lalu saat berdiri pertama kali di depan gerbang MTS dan SMK tiga tahun kemudian. Selalu senang mengunjungi tempat baru. Itu berarti akan banyak tantangan, rekan, dan pengalaman baru yang akan saya peroleh.

Dahulu sewaktu sekolah, saya selalu tak tertarik mendengarkan pelajaran. Tetapi di sisi lain -- yang bertolak belakang, ada rindu tentang lingkungan sekolah (diakui atau tidak, hampir semua orang merasakan itu). Mau sebandel atau 'segila' apapun, kalau dalam pembicaraan membahas mengenai sekolah pasti akan tertarik membahasnya. Ada banyak cerita yang bisa dikulik dalam ranah sekolahan.

Pada situasi tertentu, lingkungan sekolah menjadi alasan utama seorang siswa untuk semangat bersekolah. Lebih seringnya, saya dahulu juga mengalami itu.

Di satu kejadian, tak mendapat uang saku pun akan tetap berangkat sekolah kalau lingkungan sekolahnya memenuhi kebutuhan kesenangan. Bagi siswa (seperti saya) kesenangan akan diburu, bukan pelajaran. Walau dalam perjalanan ke depan, ada penyesalan mengapa dahulu tidak sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Terlepas dari itu, lingkup sekolah akan menjadi cerita nostalgia yang tak pernah usang bila diceritakan. Bayangkan kalian bereuni dengan teman sekolah, lalu salah satu teman kalian sedikit saja menyentil tentang masa-masa sekolah. Maka, sentilan tersebut akan menjadi cerita bersambung, saling kait mengait, kemudian dibalur dengan gelak tawa. Magnificent.

Melihat para siswa berangkat sekolah, menjadi nostalgia sendiri. Kemajuan yang saya lihat sekarang ialah bahwa sudah sangat jarang melihat ada siswa yang terlambat masuk kelas. Kalau pun ada, mungkin itu hanya satu dua. Salah satu penyebabnya adalah kedisiplinan yang sudah ditanamkan sejak kecil.

Karakter Siswa

Di beberapa kesempatan, saya selalu mengatakan bahwa karakter siswa (MTS) itu menarik. Di satu sisi mereka tidak mau dikatakan seperti seorang bocah tapi di sisi lain tingkah mereka masih menandakan seorang anak-anak. Maklum mereka masih dalam masa peralihan. Lambat laun karakternya akan terbentuk sesuai proses yang dijalani.

Di sini saya akan lebih spesifik membahas karakter siswa kelas VII (menurut observasi saya). Terdapat dua macam sikap yang saya amati. Pertama, golongan siswa yang tertarik dengan pelajaran tapi sulit memulai percakapan. Kedua, golongan siswa yang abai akan pelajaran tapi mudah menyatu ketika ada sebuah percakapan.

Golongan yang pertama sangat jelas, mereka datang ke sekolah dengan niat penuh meraup ilmu. Tujuan mereka jelas dan terarah. Tapi ketika mereka dihadapkan dalam sebuah social dialogue, mereka kesulitan mengembangkan topik. Di luar pelajaran pun, banyak dari mereka yang belum cukup responsif. Ada banyak keraguan yang muncul ketika aktifitas di luar kelas.

Hal yang sangat kontras terjadi pada golongan kedua. Mengenai mereka yang seolah abai terhadap pelajaran, berbanding terbalik dengan situasi social dialogue. Mereka unggul dalam sebuah konteks percakapan non lesson. Bahkan sering sekali siswa model begini memulai percakapan dengan tujuan mengalihkan pembelajaran. Dalam eksperimen uji ketertarikan minat, siswa golongan ini memungkinkan untuk menjangkau lebih banyak bidang ekstra karena mereka lebih menyukai aktifitas outdoor ketimbang indoor.

In different case, jika kedua golongan mereka disatukan, akan menjadi kolaborasi baik dalam percakapan. Hal ini yang membuat menarik. Jika diibaratkan dalam dunia komedi, golongan kedua akan menjadi pengumpan dan golongan pertama akan bertugas menyelesaikan.

Program Magang ini memberikan banyak pembelajaran dan pengalaman. Ada hubungan timbal balik yang terjadi. Dahulu saya menjadi siswa yang diajar oleh guru Magang dari kampus, sekarang saya memainkan peran sebagai guru Magang tersebut. Dahulu saya ramai sendiri ketika ada guru Magang, sekarang kebalikannya. Hal tersebut membuat saya merasa berkaca, "Oh ... mungkin ini yang saya lakukan dahulu ketika duduk di balik meja."

Perlahan peran sebagai pendidik berstatus Magang saya lakoni. Dan tak terasa peran tersebut menemui ujungnya. Saya harus melambaikan tangan dan mengucap perpisahan. Tak terasa waktu pun jatuh. Di awal siang yang terik. Ini baru langkah awal untuk menghadapi barikade ujian dari kampus.

Kata seorang insan kepada insan lain, "Mulai nyaman tapi ujungnya ditinggal."

Begitulah realitanya. Program dari kampus yang rata-rata hanya berusia satu hingga dua bulan mendukung kalimat tersebut. Kami seolah diajarkan bahwa tidak boleh merasa nyaman hanya dalam satu tempat saja. Kampus seolah memberitahu bahwa kami harus terus bergerak di dalam situasi apapun.

Sebagai penutup, kalau boleh saya mengutip kalimat seorang bijak, "Sebagus apapun perpisahan, kata berpisah akan selalu menyedihkan."

***

*Terimakasih keluarga besar MTS PSM Tanen yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, dan pengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun