Mohon tunggu...
Mohammad RizalWildan
Mohammad RizalWildan Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM)

Hai Perkenalkan nama saya Moh Rizal Wildan Azka, asal saya dari Kebumen, Jawa Tengah, saya seorang mahasiswa di Universitas Gadjah Mada, Hobi saya jualan dan membaca, selain itu saya juga suka mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Identifikasi Faktor - Faktor yang Mendukung Optimalisasi Layanan Transjogja untuk Mengurangi Kemacetan di Kota Yogyakarta

25 Juni 2025   02:37 Diperbarui: 25 Juni 2025   02:37 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Transjogja sejatinya memiliki potensi besar untuk menjadi solusi transportasi yang efisien, terjangkau, dan ramah lingkungan di Kota Yogyakarta. Dengan sistem koridor yang menghubungkan berbagai titik penting kota, armada berpendingin udara, serta tarif yang relatif murah, Transjogja dirancang untuk menjadi alternatif unggul bagi masyarakat. Namun, masih ada sejumlah tantangan dalam operasional layanan ini, seperti keterbatasan jumlah armada, keterlambatan jadwal, integrasi antarmoda yang kurang maksimal, serta kurangnya fasilitas pendukung di halte dan jalur penumpang. Tantangan-tantangan ini menjadi faktor penyebab rendahnya daya tarik Transjogja bagi masyarakat luas. Dalam konteks tersebut, penting untuk dilakukan upaya optimalisasi layanan Transjogja agar mampu meningkatkan kepercayaan dan minat masyarakat dalam menggunakannya. Optimalisasi ini tidak hanya berkaitan dengan peningkatan aspek teknis seperti jumlah armada atau frekuensi keberangkatan, tetapi juga mencakup aspek pelayanan, kenyamanan, aksesibilitas, dan keterjangkauan. Pemahaman yang mendalam terhadap faktor-faktor yang memengaruhi minat masyarakat dalam menggunakan Transjogja sangat krusial untuk menyusun strategi pengembangan yang efektif dan berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung optimalisasi layanan Transjogja dalam upaya mengurangi kemacetan di Kota Yogyakarta. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang komprehensif mengenai elemen-elemen penting yang perlu ditingkatkan agar Transjogja menjadi pilihan utama masyarakat dalam mobilitas sehari-hari. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah daerah, operator transportasi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam merumuskan kebijakan transportasi yang lebih tepat sasaran dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Pembahasan

  1. Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Berdasarkan data jumlah penduduk Kota Yogyakarta dari tahun 2020 hingga 2024, terlihat adanya tren peningkatan populasi yang berlangsung secara konsisten dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, jumlah penduduk tercatat sebanyak 438.761 jiwa, kemudian meningkat menjadi 444.295 jiwa pada tahun 2021, 449.890 jiwa pada tahun 2022, dan terus bertambah hingga mencapai 455.535 jiwa pada tahun 2023. Peningkatan ini berlanjut pada tahun 2024 dengan jumlah penduduk sebesar 461.225 jiwa. Dalam kurun waktu lima tahun, terjadi pertambahan penduduk sebanyak 22.464 jiwa, yang mencerminkan rata-rata pertumbuhan sekitar 1,26% per tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk ini mencerminkan dinamika wilayah perkotaan yang terus berkembang, baik dari sisi demografis maupun fungsional. Yogyakarta, yang dikenal sebagai kota pendidikan dan pariwisata, menjadi magnet bagi masyarakat dari berbagai daerah untuk menetap sementara maupun secara permanen. Pertambahan penduduk ini berdampak langsung terhadap peningkatan mobilitas harian warga kota, baik untuk keperluan pendidikan, pekerjaan, maupun kegiatan sosial ekonomi lainnya. Semakin banyaknya aktivitas yang membutuhkan pergerakan dari satu titik ke titik lain di dalam kota, berkonsekuensi pada meningkatnya volume lalu lintas.

Dalam konteks tersebut, peningkatan jumlah penduduk menjadi salah satu variabel penting yang mempengaruhi tingginya tingkat kemacetan di Kota Yogyakarta. Semakin padat jumlah penduduk suatu wilayah, maka kebutuhan akan sarana transportasi yang andal dan efisien menjadi semakin krusial. Oleh karena itu, optimalisasi layanan transportasi publik seperti Transjogja menjadi sangat relevan. Transjogja, sebagai sistem bus rapid transit yang diharapkan menjadi alternatif kendaraan pribadi, memiliki potensi besar dalam mereduksi tingkat kemacetan apabila kualitas dan jangkauan pelayanannya dapat ditingkatkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Peningkatan jumlah penduduk juga harus dibaca sebagai sinyal perlunya perencanaan transportasi yang berorientasi pada keberlanjutan. Dengan jumlah pengguna potensial yang terus meningkat, Transjogja dihadapkan pada tantangan untuk menyediakan layanan yang tidak hanya mencukupi dari sisi kapasitas, tetapi juga memenuhi harapan masyarakat dalam hal kenyamanan, keterjangkauan, ketepatan waktu, serta kemudahan akses. Tanpa optimalisasi pada aspek-aspek tersebut, pertumbuhan jumlah penduduk justru dapat memperburuk kondisi lalu lintas kota apabila masyarakat tetap memilih kendaraan pribadi sebagai moda utama mobilitas harian mereka. Dengan demikian, pertumbuhan jumlah penduduk Kota Yogyakarta bukan hanya merupakan data statistik, melainkan indikator penting yang memperkuat urgensi untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem transportasi publik. Optimalisasi Transjogja menjadi kebutuhan mendesak, sejalan dengan upaya untuk mengurangi kemacetan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat kota, serta menciptakan sistem mobilitas urban yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Selain itu, fenomena urbanisasi juga turut memperparah beban kota. Banyak pendatang dari daerah lain, khususnya dari Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kulon Progo, yang melakukan aktivitas harian di Kota Yogyakarta, seperti bekerja, bersekolah, atau berdagang. Hal ini menyebabkan lonjakan populasi harian (daily population), yang meskipun tidak tercatat secara resmi dalam data penduduk tetap, tetap memberi dampak signifikan terhadap volume lalu lintas dan kebutuhan layanan publik, termasuk transportasi. Dengan demikian, peningkatan jumlah penduduk, baik tetap maupun harian, menjadi faktor penting yang harus diperhitungkan dalam perencanaan transportasi publik. Tanpa perencanaan yang matang dan adaptif, maka risiko penurunan kualitas layanan dan efisiensi transportasi publik seperti Transjogja akan terus terjadi, sehingga tujuan untuk mengalihkan masyarakat dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum tidak akan tercapai secara optimal (Margaretha et al., 2020).

Peningkatan jumlah penduduk di Kota Yogyakarta bukanlah fenomena yang berdiri sendiri, melainkan merupakan hasil dari berbagai dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang berkembang di wilayah tersebut. Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, yang setiap tahunnya menerima puluhan ribu mahasiswa baru dari berbagai penjuru Indonesia. Perguruan tinggi ternama seperti Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Islam Indonesia (UII), dan institusi pendidikan lainnya menjadi magnet utama yang menarik penduduk usia produktif untuk tinggal dan menetap, baik sementara maupun permanen. Hal ini turut menyumbang pada lonjakan populasi di luar angka kelahiran murni. Selain sektor pendidikan, sektor pariwisata juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah penduduk, khususnya yang bersifat musiman atau temporer. Banyak pelaku usaha di sektor pariwisata, seperti pemandu wisata, pekerja hotel, pengrajin, serta pelaku UMKM, yang datang dari luar daerah untuk menetap dan bekerja di Yogyakarta. Meskipun sebagian dari mereka hanya tinggal sementara, keberadaan mereka tetap memberikan beban terhadap infrastruktur kota, terutama dalam hal mobilitas dan transportasi. 

Tidak hanya itu, Yogyakarta juga menjadi tempat tujuan bagi sebagian besar masyarakat dari daerah sekitar yang mencari peluang kerja. Kota ini menawarkan beragam jenis pekerjaan di sektor formal maupun informal, mulai dari tenaga pendidik, pegawai pemerintahan, pelayan toko, hingga pekerja lepas (freelancer). Perpindahan penduduk dari daerah-daerah lain ke Kota Yogyakarta sebagai pusat pertumbuhan ekonomi menjadi faktor penambah kepadatan populasi kota yang berimplikasi pada berbagai aspek tata kota, termasuk sistem transportasi publik. Fenomena pertumbuhan penduduk ini juga mendorong terjadinya perluasan kawasan hunian ke wilayah pinggiran kota. Urban sprawl atau perluasan kawasan urban ke daerah perbatasan kota seperti Sleman dan Bantul, menjadi konsekuensi dari keterbatasan lahan di pusat kota. Meskipun mereka secara administratif tidak tercatat sebagai penduduk Kota Yogyakarta, namun aktivitas harian mereka---bekerja, bersekolah, dan berbelanja di dalam kota---berkontribusi langsung terhadap beban transportasi dan pelayanan publik Kota Yogyakarta. Hal ini menjadikan konsep "daya dukung" dan "daya tampung" kota sebagai isu penting dalam perencanaan wilayah (Fathoni et al., 2022).

Dari perspektif perencanaan transportasi, pertumbuhan penduduk yang cepat tanpa disertai pengembangan sistem transportasi yang efektif dapat menyebabkan ketimpangan antara kebutuhan mobilitas dan kapasitas infrastruktur. Kebutuhan perjalanan semakin tinggi, namun pilihan moda yang tersedia masih terbatas atau kurang optimal. Dalam konteks ini, Transjogja sebagai layanan transportasi publik utama di kota ini menjadi krusial, tetapi juga menghadapi tantangan besar. Apabila tidak dilakukan perbaikan sistemik, maka Transjogja akan kesulitan memenuhi ekspektasi warga, terutama dalam hal ketepatan waktu, jangkauan rute, dan kenyamanan perjalanan. Lebih lanjut, pertumbuhan penduduk juga berimplikasi pada peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Banyak penduduk baru, terutama kalangan mahasiswa dan pekerja, yang memilih menggunakan kendaraan pribadi karena dianggap lebih fleksibel. Hal ini mengakibatkan tekanan besar terhadap jalan-jalan utama di Yogyakarta, menyebabkan kemacetan yang semakin meluas, terutama pada jam-jam sibuk. Jumlah kendaraan yang terus bertambah ini juga mempercepat penurunan kualitas udara dan meningkatkan potensi kecelakaan lalu lintas, terutama di kawasan padat aktivitas. Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan ruang publik dan infrastruktur yang memadai juga dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun