Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Belajar Bahasa, Belajar Budaya

15 Juni 2019   15:56 Diperbarui: 15 Juni 2019   22:23 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi dari contoh diatas kita bisa melihat, bahasa akan membantu kita mengekspresikan budaya kita dan sebaliknya budayalah yang akan membentuk suatu bahasa.

Budaya baru memaksa kita mempelajari Bahasa baru

Kemarin ada ribut-ribut mengenai semakin banyak orang menggunakan istilah-istilah dalam bahasa arab dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mengatakan, bahwa orang-orang ini sudah terlalu banyak terpengaruh budaya Arab dan mengabaikan budaya nasional.  Sebaliknya juga banyak mereka yang protes, saat ada yang menggunakan bahasa Hokkien atau Mandarin dalam pembicaraan ditempat umum, termasuk saya (hehehe..maaf)

Pengaruh budaya memang memaksa kita menyerap bahasa. Dan seiring dengan kemajuan teknologi informasi, maka semakin deras pengaruh budaya kedalam negeri lewat sosial media, acara televisi, pengajian, musik dan juga lewat media mainstream.

Belum lagi budaya yang dibawa oleh mereka yang datang dari luar negeri. Seperti turis, pengajar, pendakwah dari luar negeri. Atau mantan TKI serta mahasiswa Indonesia lulusan luar negeri.

Penggunaan bahasa arab di Indonesia, lebih mirip kepada penggunaan bahasa Inggris di Indonesia. Tidak terlalu banyak orang-orang yang sungguh-sungguh fasih bahasa Inggris, tapi seringkali kota kasa bahasa inggris digunakan seiring dengan masuknya pengaruh budaya negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris, seperti Amerika, Inggris, Australia dan Kanada ke dalam negeri.

Kita terbiasa mendengar bro, sis, bye, hai, thanks, dimana-mana. Bahkan Cawapres 2019 Sandiuno dengan inggris logat jakselnya menjadi hiburan tersendiri saat kampanye kemarin.

Tidak ada yang memprotes asimilasi bahasa inggris ini, karena budaya yang berkaitan bisa diterima oleh hampir seluruh lapisan masyarakat yang terpapar. Sedangkan bahasa Arab atau Mandarin, diprotes karena tidak bisa terserap kedalam semua lapisan. Sehingga banyak yang khawatir akan menimbulkan perpecahan.

Untuk bahasa arab, orang non muslim maupun Islam Abangan tidak terpapar didalamnya. Sebaliknya bahasa Mandarin atau Hokkien, sama tidak bisa diterima kalangan tertentu. Herannya bahasa Korea, bisa diterima semua orang. Seperti istilah Oppa, Saranghae, Aegyo, dll. Kecuali saya. Karena saya benci K Pop dan Drakor (becandaaaaa... tolong jangan dihujat! heheheh).

Pengaruh bahasa baru tidak akan jadi masalah selama kita bisa menjaga bahasa Indonesia sebagai bahasa inti kita. Tidak ada orang menjadi teroris karena menggunakan kata oppa atau akhi dalam bahasa sehari-hari. Apalagi penggunaan bahasa seperti ini hanyalah dipermukaan saja, tidak dimenegerti secara mendalam.

Menyerap budaya baru saat belajar bahasa baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun