Mohon tunggu...
riyannisa Ika wulandari
riyannisa Ika wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

Gemar membaca dan mencari tahu hal baru dan sedang mengembangkan diri dalam bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran Substansial Age Rating dalam Dunia Parenting

19 Juni 2022   11:36 Diperbarui: 19 Juni 2022   11:41 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca maupun menonton telah menjadi suatu hal yang ‘biasa’ dilakukan oleh masyarakat. Entah melakukannya sebagai suatu kewajiban, hobi, ataupun pengisi waktu senggang. Beruntungnya, hal ini juga menyerang anak - anak hingga remaja di bawah umur. Akan baik apabila mereka yang di bawah umur mampu untuk menyaring bacaan serta tontonan sehari - hari, tetapi sayangnya hal tersebut sulit untuk tercapai.

Akhir - akhir ini, terdapat perdebatan di sosial media twitter mengenai anak - anak di bawah umur yang membaca buku - buku ‘dewasa’. Salah satu contohnya adalah seorang remaja yang masih berumur di bawah tujuh belas tahun, tetapi membaca buku "The Spanish Love Deception" yang memiliki age rating 17+. Secara umum, hal ini disebabkan oleh populernya buku tersebut, sama seperti buku Laut Bercerita milik Leila Chudori yang diberi label 15-21+ karena banyaknya adegan kekerasan.

Contoh kejadian lain dalam dunia literasi adalah maraknya komunitas penulis dimana penulis serta pembaca di bawah umur yang menerbitkan serta membaca karya di sebuah platform daring, seperti wattpad, twitter, privatter, write.as, dan lain sebagainya. Lalu bila dilihat dari dunia perfilman, misalnya film ‘KKN di Desa Penari’ versi uncut yang memiliki rating dewasa, tetapi ditonton oleh mereka yang belum mencapai usia tersebut. Fenomena ini memunculkan rasa miris sebab para remaja bahkan anak - anak di bawah umur ini terlalu cepat dalam mengejar informasi yang belum seharusnya diserap. 

Media sosial twitter sebagai salah satu media sosial yang ramai membicarakan tentang dunia literasi, menjadi sangat vokal tentang permasalahan ini. Meskipun begitu, beberapa remaja di bawah umur tersebut tetap bebal dan tidak menerima nasehat yang diberikan pengguna yang lain, termasuk yang di atas usia mereka. Argumen mereka seringkali berdasarkan atas ‘minat’ mereka untuk membaca dan menulis adalah suatu hal yang baik, dan mereka berhak untuk membaca apapun yang mereka mau.

Lalu, apakah pendapat mereka bisa dibenarkan?

Tentu jawabannya adalah tidak. Dalam dunia perfilman, terdapat acuan batasan usia yang sesuai bagi penontonnya. Begitu pula buku yang diterbitkan di Indonesia yang memilih mengikuti batasan usia dalam dunia perfilman. Batasan usia ini tertera di Undang Undang Pasal 7 no. 33 tahun 2007.

Mengapa ada batasan usia untuk suatu bacaan dan tontonan? Karena seseorang dinilai mampu menonton maupun membaca sesuatu yang sesuai dengan usia psikisnya, yaitu usia yang berdasarkan lama dia hidup. Kemampuan pengelolaan informasi seseorang tergantung dengan usia/umur mereka. Jika mereka menerima informasi yang lebih dari seharusnya, maka akan berbeda pula penafsiran yang mereka lakukan terhadap informasi tersebut. 

Melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan usia merupakan suatu hal yang tidak baik, di bidang manapun itu. Apalagi bila menyinggung membaca dan menonton yang akan langsung mengantarkan adegan tersebut secara visual ke dalam otak manusia. Contoh nyata dari hal tersebut adalah bagaimana seorang balita yang menonton film “Spiderman: No Way Home” akan ikut melakukan hal yang dicontohkan spiderman yaitu mengeluarkan jaring - jaring laba - laba dari sela - sela jarinya. Mungkin itu terlihat lucu, tetapi tidak apabila setelah itu si anak melukai temannya dengan alasan mencontoh superhero tersebut. 

Lingkungan menjadi faktor penting pilihan tontonan dan bacaan anak. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya seputar lingkungan yang mereka temui sehari - hari, tetapi lingkungan yang juga mereka temui di internet. Oleh sebab itu, bahkan sebuah aplikasi memiliki batasan minimal usia penggunaan sebab pengaruh dari konten - konten di dalamnya berbeda pula.

Pencegahan dari fenomena ini sangat mungkin dilakukan. Namun, pengaruh lingkungan, terutama lingkungan keluarga menjadi faktor penting. Keluarga adalah lingkungan terdekat yang berada di sekitar anak - anak sejak mereka lahir. Jika orang tua memberi arahan sejak dini, maka para anak akan terhindar dari arus fenomena tersebut.

Sebagai orang tua, perlu untuk memahami apa yang baik dan tidak baik dikonsumsi oleh anak. Pemerintah maupun pihak - pihak yang berperan dalam pengedaran buku dan film dapat menjadi acuan dalam memilah apa yang baik untuk dikonsumsi oleh anak. Dari Pusat Perbukuan, diberikan pedoman penjenjangan buku untuk guru - guru di Indonesia (tentu saja hal ini dapat diterapkan oleh orang tua di rumah) dimana pembagiannya dimulai dari pembaca dini hingga pembaca mahir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun