Membaca maupun menonton telah menjadi suatu hal yang ‘biasa’ dilakukan oleh masyarakat. Entah melakukannya sebagai suatu kewajiban, hobi, ataupun pengisi waktu senggang. Beruntungnya, hal ini juga menyerang anak - anak hingga remaja di bawah umur. Akan baik apabila mereka yang di bawah umur mampu untuk menyaring bacaan serta tontonan sehari - hari, tetapi sayangnya hal tersebut sulit untuk tercapai.
Akhir - akhir ini, terdapat perdebatan di sosial media twitter mengenai anak - anak di bawah umur yang membaca buku - buku ‘dewasa’. Salah satu contohnya adalah seorang remaja yang masih berumur di bawah tujuh belas tahun, tetapi membaca buku "The Spanish Love Deception" yang memiliki age rating 17+. Secara umum, hal ini disebabkan oleh populernya buku tersebut, sama seperti buku Laut Bercerita milik Leila Chudori yang diberi label 15-21+ karena banyaknya adegan kekerasan.
Contoh kejadian lain dalam dunia literasi adalah maraknya komunitas penulis dimana penulis serta pembaca di bawah umur yang menerbitkan serta membaca karya di sebuah platform daring, seperti wattpad, twitter, privatter, write.as, dan lain sebagainya. Lalu bila dilihat dari dunia perfilman, misalnya film ‘KKN di Desa Penari’ versi uncut yang memiliki rating dewasa, tetapi ditonton oleh mereka yang belum mencapai usia tersebut. Fenomena ini memunculkan rasa miris sebab para remaja bahkan anak - anak di bawah umur ini terlalu cepat dalam mengejar informasi yang belum seharusnya diserap.
Media sosial twitter sebagai salah satu media sosial yang ramai membicarakan tentang dunia literasi, menjadi sangat vokal tentang permasalahan ini. Meskipun begitu, beberapa remaja di bawah umur tersebut tetap bebal dan tidak menerima nasehat yang diberikan pengguna yang lain, termasuk yang di atas usia mereka. Argumen mereka seringkali berdasarkan atas ‘minat’ mereka untuk membaca dan menulis adalah suatu hal yang baik, dan mereka berhak untuk membaca apapun yang mereka mau.
Lalu, apakah pendapat mereka bisa dibenarkan?
Tentu jawabannya adalah tidak. Dalam dunia perfilman, terdapat acuan batasan usia yang sesuai bagi penontonnya. Begitu pula buku yang diterbitkan di Indonesia yang memilih mengikuti batasan usia dalam dunia perfilman. Batasan usia ini tertera di Undang Undang Pasal 7 no. 33 tahun 2007.
Mengapa ada batasan usia untuk suatu bacaan dan tontonan? Karena seseorang dinilai mampu menonton maupun membaca sesuatu yang sesuai dengan usia psikisnya, yaitu usia yang berdasarkan lama dia hidup. Kemampuan pengelolaan informasi seseorang tergantung dengan usia/umur mereka. Jika mereka menerima informasi yang lebih dari seharusnya, maka akan berbeda pula penafsiran yang mereka lakukan terhadap informasi tersebut.
Melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan usia merupakan suatu hal yang tidak baik, di bidang manapun itu. Apalagi bila menyinggung membaca dan menonton yang akan langsung mengantarkan adegan tersebut secara visual ke dalam otak manusia. Contoh nyata dari hal tersebut adalah bagaimana seorang balita yang menonton film “Spiderman: No Way Home” akan ikut melakukan hal yang dicontohkan spiderman yaitu mengeluarkan jaring - jaring laba - laba dari sela - sela jarinya. Mungkin itu terlihat lucu, tetapi tidak apabila setelah itu si anak melukai temannya dengan alasan mencontoh superhero tersebut.
Lingkungan menjadi faktor penting pilihan tontonan dan bacaan anak. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya seputar lingkungan yang mereka temui sehari - hari, tetapi lingkungan yang juga mereka temui di internet. Oleh sebab itu, bahkan sebuah aplikasi memiliki batasan minimal usia penggunaan sebab pengaruh dari konten - konten di dalamnya berbeda pula.
Pencegahan dari fenomena ini sangat mungkin dilakukan. Namun, pengaruh lingkungan, terutama lingkungan keluarga menjadi faktor penting. Keluarga adalah lingkungan terdekat yang berada di sekitar anak - anak sejak mereka lahir. Jika orang tua memberi arahan sejak dini, maka para anak akan terhindar dari arus fenomena tersebut.
Sebagai orang tua, perlu untuk memahami apa yang baik dan tidak baik dikonsumsi oleh anak. Pemerintah maupun pihak - pihak yang berperan dalam pengedaran buku dan film dapat menjadi acuan dalam memilah apa yang baik untuk dikonsumsi oleh anak. Dari Pusat Perbukuan, diberikan pedoman penjenjangan buku untuk guru - guru di Indonesia (tentu saja hal ini dapat diterapkan oleh orang tua di rumah) dimana pembagiannya dimulai dari pembaca dini hingga pembaca mahir.
Untuk mencegah fenomena anak - anak di bawah umur membaca dan menonton hal yang belum seharusnya ia tonton, diperlukan peran orang - orang di sekitarnya untuk selalu memperhatikan dan memberikan pengawasan. Pengetahuan orang tua di bidang parenting disini sangat penting demi memberikan porsi entertainment yang sesuai bagi anak - anaknya.
Daftar Pustaka
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, K. (2018). Panduan Perjenjangan Buku Nonteks Pelajaran bagi Pengguna Perbukuan. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan Perbukuan. http://repositori.kemdikbud.go.id/10404/1/Book Perjenjangan untuk Pengguna.pdf
Cori Cross, MD, F. (2022). Age-Appropriate Media: Can You Trust Parental Guidance Ratings? Healthychildren.Org. https://www.healthychildren.org/English/family-life/Media/Pages/TV-Ratings-A-Guide-for-Parents.aspx
Undang - Undang Pasal 7 no. 3 tahun 2007 https://www.bpi.or.id/doc/73283UU_33_Tahun_2009.pdf
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI