Mohon tunggu...
Rinrin Novi Ristianti
Rinrin Novi Ristianti Mohon Tunggu... Administrasi - Aku adalah aku

Pencinta ketinggian, pengagum senja, pencandu literasi penikmat secangkir kopi🏞️🌇📖☕

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja Terakhir Bersamamu

30 Desember 2019   03:08 Diperbarui: 30 Desember 2019   03:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic by @marrpatis_ph

"Kita butuh waktu buat hubungan kita dan sepertinya kita butuh jarak agar kita saling memperbaiki". Kalimat itu mampu membuatku menangis kala itu.

Dengan mudah kamu mengucapkan kalimat itu tanpa berpikir berapa besar perjuanganku selama ini, seberapa banyak kata maaf yang kau ucapkan saat kau mulai mengingkari janji dan seberapa sabat diriku saatku tahu kau lebih mencintai yang lain. Aku tahu orang berpikir bodoh saat aku masih bersamamu yang jelas-jelas mengkhianati. Cinta memang buta kata orang,  aku  tak peduli seberapa besar kamu menyakitiku karena bagiku kamu yang mampu membuatku berubah hingga sejauh ini. Kamu penyelamatku.

"Jadi kita mau mengakhiri?". Aku tetap tersenyum saat kalimat itu meluncur dari mulutku begitu saja.

"Bukan mengakhiri, kita butuh waktu saja. Apalagi akhir-akhir ini kamu terlalu posesif dan kamu selalu saja punya harapan tinggi padaku, aku gak suka itu. Kita banyak berdebat untuk hal yang gak penting, aku males".


"Baiklah jika itu yang kau mau. Maaf selama ini aku mengganggumu". Bodoh sekali aku kata maaf masih melucur dengan pasih di mulutku. "kalau gitu aku pulang dulu ya, udah sore nanti gak ada angkutan umum". Aku masih tersenyum lalu meninggalkannya di caf itu, aku masih liat dia diam sambil menunduk.

Setelah jauh dari tempatnya berada pipiku basah aku mencoba menghapus namun malah semakin basah, patah hati itu yang aku rasakan saat ini. Mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat kita masih sering berbagi rasa, saling bertukar pendapat dan ceita, sungguh aku rindu waktu itu. Dan aku menyesal terlalu mencintaimu.

Seminggu sudah lamanya aku tak mendengar kabarnya dan tak pula melihat  keberadaannya. Seminggu itu pula aku dalam keadaan tak baik, aku tak pernah bisa berhenti sedih dan rasanya keberadaannya yang bisa membuatku terlihat lebih baik. Mungkin benar kata orang ketika kau patah hati nafsu makan menurun, itu pula yang terjadi padaku seminggu ini.  Aku kehilangan nafsu makanku, aku tahu dia bukan pacar pertamku namun mungkin dia adalah cinta pertamaku. Dia mampu membuatku mencintai dirisendiri namun kali ini ia pula yang membuatku memebnci diri sendiri.

Sekarang aku semakin membenci diriku yang terlalu posesif. Aku benci diriku yang  terlalu memaksakan kehendak terlebih aku benci diriku yang terlalu mencintaimu. Aku benar-benar terpuruk, apalagi setelah ku lihat kau masih tertawa -- tak ada sedih yang terpancar dari dirinya. Aku pikir ini saatnya aku bangkit juga, ia tak pernah menyesal  akan kehilangan ku dan aku pun harus seperti itu.

Setelah melihat semua yang terjadi aku mulai menyibukan diri dengan berbagai aktivitas. Aku mulai melakukan aktivitas yang sebelumnya tak pernah aku lakukan-mendaki gunung salah satunya. Aku masih ingat pertama kali aku mendaki dan menaklukan egoku, gunung Guntur-Garut jadi pilihanku saat itu.

"Ra, lu udah siap  semua peralatannya kan??". Pesan whatsppap yang muncul di layar gawaiku. Aku mengabikan begitu saja. Gawaiku berbunyi lagi dan sekarang aku dapat panggilan dari sahabatku, Faris yang akan mengajakku naik gunung.

"hallo, Ris".

"Lu kenapa  gak bales chat gw sih, klau gitu lu gak usah ikut aja! Kebiasaan banget sih liat chat whatapp di notif aja kalu gak pernah bales!". Teriaknya dari sebrang sana.

"Sorry bro, gw  lagi packing lagian lu  sih nanya  hal sama dari beberpa minggu  lalu. Bosen gw balesnya juga."

"Gw khawatir aja kan  lu pendaki  pemula".

"Santai ada lu Ris, gw  percaya  sama lu. Lu bisa jaga gw. Kan lu  sahabat terbaik yang pernah gw miliki".

"Hahaha  bisa aja si Dara Ijem  bikin gw  terbang. Udah packing lu tidur ya,  jangan gadang. Besok kita berangkat pagi".

"Siap boskuuu". Kami  mengakhiri obrolan kita, setelahnya aku beranjak ke tempat tidurku dan aku sangat tak sabar esok hari akan seperti apa.

Keesokan paginya aku datang lebih awal di titik kumpul  yang telah kita setujui. Beberapa kawan sudah datang tinggal satu  orang yang belum datang, Faris si manusia ngaret se abad. Sesampainya di titik kumpul dia bukan minta maaf  karena keterlambatannya malah mentertawakan pakaianku yang katanya aneh untuk ke gunung.

"Ra gw kan udah bilang persiapin semua hal! Lu  kok pakai baju  itu". Aku cemberut saat dia mengtakan itu. Tapi setelah ku pikir ini aneh aku pakai jaket tebal saat akan pergi ke Garut padahal cuaca tak dingin, aku pakai jaket  karena tasku penuh. Bukan penuh lebih tepatnya kau tak bisa packing padahal aku sudah melihat tutorial packing di Youtube. Ditambah aku pakai sepatu olahraga biasa, celana jeans layaknya akan pergi ke mall.

"Ra, jangan cemberut. Maafin ya".  Aku tersenyum lagi aku, karena aku tak bisa marah begitu  lama pada sahabatku yang satu ini.

Perjalanan dari kotaku ke Garut sekitar 5 Jam, ada banyak kejadian yang terjadi saat menuju Garut dari mulai salah satu teman hampir ketinggalan hingga minibus yang mogok di tengah jalan tol. Yang ada diotakku sudah tak bersahabat lagi, banyak pikiran negative yang  mundar mandir. Tapi setelah beberapa jam melakukan perjalanan  akhirnya kami sampai. Setelah kami makan siang dan packing ulang kami menuju BC (Basecamp) yang jaraknya cukup jauh dari tempat kami  berada.

Di sepanjang perjalan menuju puncak banyak hal yang aku renungkan, tentang diriku dan tentag dia. Sebuah kesalahan ketika aku mendaki saat ini bukan karena ingin melihat keindahan yang Tuhan ciptakan, tapi untuk melepas beban dan rasa sakit kehilangan dia. Aku lelah saat mulai mendaki tapi aku benar-benar berkeinginan untuk menuju puncak. Aku ingin semua orang tau terutama dia bahwa aku bukan wanita manja yang ia pikirkan selam ini. Sebuah hadiah terbesar setelah aku mampu mencapai puncak. Rasa sakitku sirna setelah aku melihat indahnya kota Garut  dari ketinggian 2249 Mdpl. Semua rasa sedih, kecewa, marah, sakit dan menyesal melebur jadi satu menjadi sebuah haru kebahagian.

Setelah aku berhasil menaklukan egoku di salah satu atap di Garut, aku menjadi pribadi yang lebih positif aku seperti memiliki energi yang tak tahu datang darimana.  Gunung jadi tempat ternyamanku setelah itu. Dari gunung aku punya banyak temen, karena gunung aku menjadi pribadi yang humble dan karena gunung aku belajar ikhlas-melepasnya yang tak bisa bersamaku lagi.  

Setelah beberapa bulan hatiku sudah semakin membaik dan saatnya aku mendaki  lagi.  Bukan untuk melepaskan rasa sakit tapi untuk menikmati alam dan keindahan sang pencipta.  Kali ini aku mendaki  bersama Faris tentu saja, karena kata dia selama tiga kali mendaki  aku harus tetap bersamanya.  Kali ini aku memilihi Gunung Gede-Pangrango sebagia tempat melepas rindu. Kali ini pendakianku mulai tertata tak seperti pendakian pertama yang hancur karena persiapan dan sebagainya.

Perjalan dari basecamp Gunung Putri masih di bilang sangat lancar, walaupun seperti biasa  pendakian sempat tersendak karena Faris terlambat datang. Tapi semua berjalan lacar hingga alun-alun surya kencana.  Aku masih tersenyum saat itu  tapi setelah itu berubah jadi tangis, setelah seseorang yang tak ingin ku lihat lagi menyepaku.

"Ra....apa kabar?".  Suara yang menemaniku selama 4 tahun masih terdengar begitu jelas, aku bebalik dan melihatnya  tersenyum.

"Ra...lama ya gak ketemu. Aku rindu kamu". Kalimat itu dengan mudah meluncur dari bibirnya.

"Kabar baik, kamu gimana?".

"Sedikit sakit Ra, aku nyesel.  Bisa gak  sih kita bersama lagi. Aku banyak merenung  selama ini".

"Kayanya gak bisa, kita akhiri  aja secara resmi.Hahaha bukankah kita memang  sudah berakhir dari awal". Bodohnya mata tak bisa di ajak kompromi air mata meluncur begitu saja di pipiku.  

"Ra, aku bodoh dulu minta kita break".

"Sudahlah yang sudah terjadi, kita sekarang masih bisa  jadi temankan. Gak harus jadi kekasih".  

"Berikan aku kesempatan Ra, sekali aja". Ia mencoba memelukku  tapi aku mundur sebelum ia berhasil memelukku.

"Enggak bisa! Aku sangat mencintaimu sampai detik ini tapi aku harus pergi. Aku tak pantas berada bersamamu. Semoga kamu bahagia dengan yang lain". Aku beranjak meninggalkannya dengan langit pink  dan jingga.

Senja kali ini, bukanlah senja yang ku benci seperti yang kemarin. Kali ini aku pergi bukan dengan tangisan tapi dengan senyuman. Walaupun dalam relung hati aku ingin bersamanya lagi tapi aku sadar akan posisiku. Aku yakin bila aku kembali  aku akan kembali menjadi diriku yang menyebalkan. Selamat tinggal dan bahagia Arya, walaupun kamu bukan kekasih pertamaku tapi kamu cinta pertamaku yang mampu membuatku bahagia pernah memilikimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun