"Ra, lu udah siap semua peralatannya kan??". Pesan whatsppap yang muncul di layar gawaiku. Aku mengabikan begitu saja. Gawaiku berbunyi lagi dan sekarang aku dapat panggilan dari sahabatku, Faris yang akan mengajakku naik gunung.
"hallo, Ris".
"Lu kenapa gak bales chat gw sih, klau gitu lu gak usah ikut aja! Kebiasaan banget sih liat chat whatapp di notif aja kalu gak pernah bales!". Teriaknya dari sebrang sana.
"Sorry bro, gw lagi packing lagian lu sih nanya hal sama dari beberpa minggu lalu. Bosen gw balesnya juga."
"Gw khawatir aja kan lu pendaki pemula".
"Santai ada lu Ris, gw percaya sama lu. Lu bisa jaga gw. Kan lu sahabat terbaik yang pernah gw miliki".
"Hahaha bisa aja si Dara Ijem bikin gw terbang. Udah packing lu tidur ya, jangan gadang. Besok kita berangkat pagi".
"Siap boskuuu". Kami mengakhiri obrolan kita, setelahnya aku beranjak ke tempat tidurku dan aku sangat tak sabar esok hari akan seperti apa.
Keesokan paginya aku datang lebih awal di titik kumpul yang telah kita setujui. Beberapa kawan sudah datang tinggal satu orang yang belum datang, Faris si manusia ngaret se abad. Sesampainya di titik kumpul dia bukan minta maaf karena keterlambatannya malah mentertawakan pakaianku yang katanya aneh untuk ke gunung.
"Ra gw kan udah bilang persiapin semua hal! Lu kok pakai baju itu". Aku cemberut saat dia mengtakan itu. Tapi setelah ku pikir ini aneh aku pakai jaket tebal saat akan pergi ke Garut padahal cuaca tak dingin, aku pakai jaket karena tasku penuh. Bukan penuh lebih tepatnya kau tak bisa packing padahal aku sudah melihat tutorial packing di Youtube. Ditambah aku pakai sepatu olahraga biasa, celana jeans layaknya akan pergi ke mall.
"Ra, jangan cemberut. Maafin ya". Aku tersenyum lagi aku, karena aku tak bisa marah begitu lama pada sahabatku yang satu ini.