Nalar yang mengalir ke kata demi kata yang tak mampu dipahami, layaknya seperti sumber air yang membuncah ke lekuk-lekuk sungai yang belum pernah ia lalui, ia juga seperti luapan magma ke permukaan bumi yang tak pernah ia kunjungi, atau bahkan serupa dengan perjalanan sesuap nasi pada saluran cerna, dari kerongkongan hingga pembuangan nanti, mestinya tak usah  terlalu kau pikirkan, semua hanyalah perjalanan-perjalanan alami, semua ada manfaatnya nanti.
Alam akan menata semuanya, dari semua ketidakberaturan tercipta indah, dari semua keteraturan menjadi anugerah, dari apapun itu, kelak menjadi sesuatu, bahkan setiap helaan nafas makhluk, kelak ia akan dimanfaatkan Alam menjadi sesuatu. Jauh sebelum manusia ada, sejak awal masa, Alam sudah begitu, jadi biarkan saja, ikhlaskan Alam bekerja.
Lagi pula, kita ini bisa apa selain mencari tahu dan pura-pura tahu? Bukankah pengetahuan dan waktu adalah pinjaman yang diberikan tanpa bunga oleh Alam? Lalu mengapa tidak kita manfaatkan semampu kita, tanpa harus banyak bersiasat, tapi sepenuhnya jujur berbuat? Bukankah itu yang disebut kebijaksanaan, jauh lebih dari sekedar mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, atau sekedar berdebat soal syariat? Tidakkah Alam sudah terang-terangan mengajari kita tentang hakikat?
Maka, simpan kembali semua keluhanmu itu pada kantong-kantong waktu, lalu bungkus rapat dan buang yang jauh. Percayalah, Alam akan mendaurnya menjadi sesuatu yang kita tidak pernah tahu. Kita ini, cukuplah menjadi manusia yang tahu diri dan tahu rasa malu.
Jakarta, 14 Agustus 2019