Orang lelaki tertawa saat berpapasan. Ku menggendong gitar melangkah mengikuti jalan pikiran. Aku pikir aku akan terbiasa dari semua yang tak terbiasa.
Yah, aku tidak tahu kenapa aku mencintamu seperti aku. Tak seorangpun di dunia ini yang bsa cocok denganmu. Di luar mereka melagukan lelaki yang malang.
Aku bekerja di klub sebagai penyanyi musik rakyat, dan aku mengenalmu dari musik blues yang bergelandang di sudut-sudut biru yang gelap.
Aku melihat pertama parasmu buram, bahkan sampai saat kini pun wajahmu sulit ku kenal. Membikin pikiranku sering rindu untuk menerka seperti apa parasmu sebenarnya?
Tapi aku nggak bisa menemukannya, lalu membiarkannya saja pencarian rindu wajahmu dari waktu ke waktu.
Aku pulang ke rumah tadi malam, kau bahkan tidak mengijinkanku masuk. Itu kerap terjadi di setiap akhir minggu.
Aku membawa bayaran mingguanku! Aku berteriak di depan kayu pintu.
Tapi perempuan itu bergeming, dia seperti singa tidur demikian caranya mengambil waktu ujung pekannya. Lalu aku tidur di sisi dinding samping luar, di bawah kelebihan atap kamar. Â
Pagi buta pintu terbuka dan dia menghampiriku, tangannya merogoh dompet di saku celanaku dan mengambil semua uang, lalu meningalkanku.
Hei! mama cantik aku lapar! Aku berteriak. Perempuan itu tak berpaling hanya satu jari manisnya terangkat.Â
Akupun masuk ke dalam dan mendapati pagi memang berantakan, mengambil potongan burger bernoda lipstik dan menelannya sebelum aku meluruskan lelap.
Petang hari aku terbangun, masih sendiri tanpa kehadirannya. Dia akan pulang lebih gelap dari gelapku, aku mengambil shower dan menyegarkan tubuh.
Sekelar mandi aku mencoba menyapukan meja dan lantai yang bala meskipun sia-sia juga nantinya. Lalu aku memainkan gitar sembari menanti waktu pertunjukan klub.