Mohon tunggu...
Rintan Niar
Rintan Niar Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis untuk Mengenal diri

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Mengupas Perubahan dan Budaya bedah buku "Yang Berubah Setelah Rimba Tiada" soroti isu Suku Anak Dalam dan Pemberdayaan

6 September 2025   20:08 Diperbarui: 6 September 2025   20:08 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Jambi_Bedah buku bertajuk "Yang Berubah Setelah Rimbah Tiada" sukses digelar di aula 1 universitas Muhammadiyah Jambi. Acara ini menghadirkan empat pemateri yang mengupas tuntas isu-isu krusial yang diangkat dalam buku ini, khususnya mengenai kehidupan Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba pasca-deforestasi masif di Jambi (Sabtu,6/9)

Buku 'Yang Berubah Setelah Rimbah Tiada' menyajikan narasi personal dan reflektif dari Anisa Penulis. Ia menceritakan bagaimana pengalamannya mendampingi Suku Anak Dalam telah mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan. Dalam paparannya, Anisa mengungkapkan bahwa buku ini tidak hanya sekadar catatan perjalanan, melainkan juga sebuah potret nyata tentang perjuangan dan adaptasi Suku Anak Dalam di tengah hilangnya hutan sebagai habitat utama mereka. "Buku ini adalah bentuk tanggung jawab moral saya untuk menyuarakan apa yang saya lihat dan rasakan saat berada di tengah mereka," ujar Anisa.

Yoga, pendamping pemuda Suku Anak Dalam di Sarolangun, memaparkan pengalamannya dalam mendampingi anak-anak muda rimba. Ia menyoroti tantangan besar yang dihadapi generasi muda SAD saat harus berhadapan dengan dunia luar. "Mereka harus beradaptasi dengan sistem pendidikan yang asing dan pada saat yang sama, tetap menjaga identitas budaya mereka," jelas Yoga.

Sementara itu, Ulfi, pendamping PAD (Pendidikan Anak Dalam), membagikan pengalamannya dalam memberikan edukasi dasar kepada anak-anak rimba. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang humanis dan tidak merusak kearifan lokal. "Pendidikan yang kita berikan harus mampu memberdayakan mereka tanpa harus mencabut akar budaya mereka," kata Ulfi.

Nodi dan Siska, perwakilan dari masyarakat Suku Anak Dalam, turut hadir dan memberikan kesaksian langsung. Mereka menceritakan berbagai kegiatan yang dilakukan untuk bertahan hidup dan melestarikan budaya di tengah keterbatasan. Mereka memamerkan kerajinan tangan dari bambu yang telah menjadi salah satu sumber penghasilan. Selain itu, mereka juga berbagi tentang budidaya mangut dan kegiatan eksklusif anak-anak dalam yang jarang terekspos.

Acara ini menegaskan bahwa isu Suku Anak Dalam adalah isu multidimensi yang membutuhkan perhatian dari berbagai pihak. Buku 'Setelah Rimbah Tiada' diharapkan dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan pemahaman publik dan memicu tindakan nyata untuk membantu Suku Anak Dalam dalam menghadapi tantangan yang ada.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun