Mohon tunggu...
Rijal Mahendra
Rijal Mahendra Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Sains Komunikasi Universitas Djuanda

Memiliki ketertarikan di bidang olahraga

Selanjutnya

Tutup

Nature

Buah Pala: Primadona yang Tertelan Waktu

28 Agustus 2025   11:10 Diperbarui: 28 Agustus 2025   11:22 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di tengah maraknya makanan cepat saji dan banjirnya bahan pangan impor di pasar lokal, buah pala seakan kehilangan taringnya. Buah ini memang bukanlah buah yang sering kita temui di meja makan, namun rempah ini pernah menjadi primadona dalam perdagangan dunia, dan menjadi identitas bangsa. Rempah yang pernah membuat bangsa Eropa gempar dan rela berlayar ribuan kilometer untuk mencarinya, kini nyaris luput dari perhatian masyarakat Indonesia dan hanya seperti cerita belaka.

Pala bukan sekadar bumbu dapur pelengkap sebuah makanan, melainkan bagian dari warisan sejarah yang tidak hanya mengandung historis dan nilai ekonomis, tetapi pala juga menjadi salah satu sumber daya alam yang menyimpan 1000 manfaat. Pala mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, yang dulu sering digunakan oleh para leluhur untuk pengobatan tradisional. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Chanda & Nagani (2013) menunjukkan bahwa ekstrak pala memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dapat membantu mengatasi insomnia, gangguan pencernaan, dan nyeri otot.

Sayangnya, di tengah arus modernisasi pangan yang semakin kuat, keberadaan pala justru semakin terpinggirkan. Pala nyaris tidak memiliki daya tarik di kalangan generasi muda. Menurut data Badan Pusat Statistik (2023) ekspor pala Indonesia dalam lima tahun terakhir cenderung stagnan. Ini bisa disebabkan oleh minimnya edukasi, kurangnya inovasi dalam pengolahan, serta lemahnya rantai distribusi menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mengangkat kembali nilai pala di mata masyarakat.

Kini waktunya kita menoleh kembali pada kekayaan yang kita miliki. Bukan hanya soal melestarikan rempah, melainkan juga kembali menghidupkan kisah kejayaan masa lalu, membuka peluang ekonomi baru, serta menjaga keberagaman kuliner dan identitas bangsa. Ketika negara lain seperti India yang bisa membangun identitas nasional dari rempah kunyit, Jepang dengan teh matcha, maka Indonesia pun seharusnya bisa menjadikan pala sebagai ikon nasional. Buah pala dapat diolah menjadi beragam produk bernilai tambah, mulai dari sirup, permen, minyak atsiri, hingga bahan kosmetik. Pala adalah masa depan yang menunggu untuk digali kembali dengan cara yang lebih cerdas, kreatif, dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun