Mendadak telepon selular Pramono berbunyi. Dia gugup. Sebuah pesan masuk. Dari Pinto!
Pinto? Apakah dia mempermainkan aku? Batin Pramono. Kalau saja cermin oval itu  tak ditutupnya dengan selimut, gerak-gerik Pinto bisa dia lihat. Diam-diam Pramono membaca sebaris pesan; Anda di mana? Kamar anda belum saya temukan. Thanks!
Berarti lelaki yang bersamanya bukan Pinto. Lalu siapa dia? Jantung Pramono berdegup kencang. Ketika berbalik, lelaki yang mengaku bernama Pinto itu telah berada di belakangnya. Dia memegang tali, dan langsung menjerat leher Pramono.
Pramono meregang nyawa. Sekonyong dilihatnya selimut yang menutupi cermin oval itu terbang. Seberkas cahaya keluar dari sana. Memiliki tangan yang sangat kuat. Lalu menarik tubuhnya ke dalam. Ke negeri penuh cahaya. Sementara orang yang menyadur Pinto, tersenyum di balik cermin oval yang tertutup rapat.
Besok paginya suasana di kamar hotel bernomor tigabelas itu ramai. Sesosok mayat lelaki dengan mulut berbuih ditemukan terbaring di depan cermin oval. Dia adalah Pramono. Polisi yang mengidentifikainya mengatakan bahwa dia mati karena over dosis. "Dia telah memakai morfin lumayan banyak," kata polisi berpangkat ipda itu. Dia menggeleng-geleng. Sementara pemilik hotel yang hadir di situ, pagi-pagi betul telah dihubungi manajer, lalu dia menyuruh tukang mengganti nomor pintu dengan angka empatbelas plus huruf B.
---sekian---
Ref. Foto : pixabay