Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo: The Silence of The Strategist

22 Agustus 2020   11:40 Diperbarui: 22 Agustus 2020   11:35 1892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: chinadaily.com

Bukan hanya di Indonesia, kalangan asing banyak yang mengakui bahwa Prabowo adalah seorang ahli strategi perang. Kekalahannya di beberapa kontes Pemilu, tidak membuatnya 'mundur'. Selain dukungan dari mereka yang loyal terhadap mantan Komandan Kopassus.

Oleh karena itu, terpilihnya kembali sebagai Ketua Umum di Gerindra, tidak mengejutkan bila Prabowo diminta untuk maju lagi pada Pemilu 2024, sekalipun Prabowo menolak.

Ada yang menyebutnya, jangan disebut 'Prabowo' jika dia mundur dari sebuah perjuangan membela bangsa.

Sesudah masuk dalam Tim Kabinet Indonesia Maju, Prabowo nyaris tidak kedengaran lagi suaranya. Apakah ini bagian dari strateginya karena kini menjadi orang 'dalam'?

Karirnya

Milih kandidat saat Pemilu, ada yang suka-suka. Ada juga yang karena visinya. Saya sendiri lebih memilih nilai juang. Dalam nilai juang bagi saya daya juangnya yang perlu menjadi pejaran. Dan itu ada dalam diri Prabowo. Memang subyektif. Hidup kadang seperti ini. Tidak seperli matematika.

Prabowo yang kalah di Pilpres dua kali, 2014 dan 2019, tidak berubah, karena nilai juang yang dimilikinya. Sekalipun sesudah kekalahan Pilpres 2014 tak banyak muncul di hadapan publik. Sesekali saja dia tampil misalnya saat bertemu Presiden Jokowi atau seperti pekan lalu saat ia menemui Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas.

Kariernya boleh dibilang supercemerlang. Memuainya di ABRI sejak 1974. Prabowo masuk satuan elit baret merah, Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Di tahun-tahun awal tugasnya, dia dikirimkan ke Timor Leste di mana dia berkawan dengan Herkules Rosario Marshall. Pulang dari Timor Leste, berpangkat kapten, Prabowo dikirim ke Jerman.

Ramainya isu terorisme waktu itu membuat Prabowo dan perwira lain seperti Mayor Luhut Binsar Pandjaitan dikirim untuk belajar kontra-terorisme pada Polisi Elit Jerman Barat, Grenzschutzgrupppe 9 (GSG-9). 

Pulang dari sana, keduanya menjadi pendiri dan pemimpin unit Detasemen 81/Penanggulangan Teror yang dikenal sebagai Gultor 81. Cerita mereka berdua di unit itu ada di buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009). Di dalamnya dikisahkan bagaimana Prabowo menyiagakan pasukan dan hendak menggerakkan pasukannya untuk sebuah gerakan sekitar Maret 1983.

Dalam buku Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto (2016), Salim Said menyebutkan,: "Prabowo mencurigai Benny Moerdani merencanakan kudeta penyingkiran Soeharto. Ketegangan antara Moerdani dan Prabowo diselesaikan secara internal oleh Panglima ABRI Jenderal Jusuf."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun