Mohon tunggu...
Ricko Blues
Ricko Blues Mohon Tunggu... Freelancer - above us only sky

Sebab mundur adalah pengkhianatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Hadapan Mesin ATM, Kecemasan Kita Berbeda

31 Desember 2020   09:59 Diperbarui: 31 Desember 2020   10:08 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bantu mama dulu, mama tidak tahu pake," ungkapnya tersenyum. Saya pun antusias membantu sekaligus menunjukkan kepadanya bagaimana menggunakan ATM. Dia menyimak dengan antusias.

"Masih ada 900 ribu rupiah," kata saya menunjuk jumlah saldo di dalam rekeningnya. Ibu itu mengangguk, sedikit tersipu malu, saya tersenyum.

"Kalau begitu tarik 800 ribu," sambungnya.

Dia mengucap terima kasih karena saya telah membantunya di dalam gerai.

Kebetulan di seberang jalan ada sebuah toko sembako. Saya memperhatikan ibu itu, masih bersama bocah laki-lakinya, masuk ke dalam toko dan keluar dengan sekantong kebutuhan rumah tangganya.

Gerai ATM memang bukan sekadar mesin uang. Ada tersimpan harapan sekaligus kecemasan di dalamnya. Keduanya berbeda dimensinya dalam diri setiap individu.

Kecemasan, dalam bahasa mistikus Heidegger, bermakna lebih kompleks dari rasa takut. Bagi dia, rasa takut atau ketakutan selalu memiliki objek. Misalnya, seorang anak yang takut anjing, atau takut setan, atau takut guru matematika yang galak. Sebaliknya, kecemasan tak memiliki objek. Di hadapan mesin ATM, pergulatan yang dialami manusia jauh melampaui rasa takutnya karena tak bisa membayang utang, atau tidak bisa membeli sembako atau tidak bisa membayar cicilan kredit.

Menurut Heidegger, manusia (Da Sein) itu 'terlempar' begitu saja ke dunia, tak tahu asal dan tujuannya untuk apa. Manusia kemudian memaknainya dengan pelbagai cara. 

Lalu, kecemasan membawa manusia menyentuh relung hidupnya yang paling dalam; tentang bagaimana manusia yang 'terlempar begitu saja ke dunia memaknai keterlemparannya itu. Kecemasan sejenak membawa manusia keluar dari rutinitas kesehariannya. Kecemasan merupakan suasana hati yang menimbulkan kepekaan akan eksistensi manusia.

Bagi seorang penguasaha kaya raya yang punya banyak uang, bukan hal yang tak perlu dicemaskan, mengeluarkan uang sejuta untuk biaya reparasi mobil misalnya. Bagi seorang guru pegawai negeri sipil uang sejuta itu setengah dari gaji pokoknya sebulan yang bisa dimanfaatkan untuk membayar cicilan, uang registrasi anaknya yang masih kuliah dan kebutuhan rumah tangga. Lalu, bagi seorang ibu dari keluarga miskin uang sejuta bernilai sekali untuk keberlangsungan hidupnya. Berhadapan dengan momen-momen keputusan itu, seorang manusia bertarung dengan hidupnya. 

Membayar cicilan atau membeli beras, mengirim uang untuk anak kuliah atau memperbaiki atap rumah yang bolong. Pertimbangan-pertimbangan ini menimbulkan kecemasan. Suasana hati jenis ini mengarah kepada masa depan dan selalu bersentuhan langsung dengan eksistensi manusia, keberadaan manusia di dunia serta mengarah pada kematian.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun