Mohon tunggu...
riane rahayu
riane rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga

istri serang abdi negara, basic pendidikan pariwisata, senang menulis, sudah menerbitkan 15 buku antologi, sedang menulis juga di GWP.ID, beerapa tulisannya pernah memenangkan lomba di internal instansi suami.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Ternyata Nenek-Nenek

4 Mei 2024   14:37 Diperbarui: 4 Mei 2024   15:16 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

          Namaku Luna, aku mahasiswa jurusan pariwisata di universitas negeri di kawasan Ledeng kota Bandung. Akhir tahun 2012 aku kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan program prektek kerja lapanganku di Malaysia. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, ada satu program di kampusku yang harus aku selesaikan sebagai syarat kelulusan, ya Kuliah Kerja Nyata atau lebih dikenal dengan sebutan KKN, dimana waktu normal program ini dilaksanakan ketika aku dan kesebelas teman satu jurusanku sedang melakukan praktek kerja lapangan di Malaysia, hal ini menyebabkan kami untuk melaksanakan program tersebut menyusul tersendiri. Kampusku terletak di kawasan Ledeng kota Bandung, dan keuntungan mengikuti progam KKN susulan adalah kami ditempatkan di desa yang tak jauh dari kampus. Kami bersebelas ditempatkan di beberapa desa di kawasan Lembang Bandung, jarak yang terbilang sangat dekat dengan kampus kami.

            Selain aku dan kesebelas temanku dari jurusan pariwisata, ada beberapa mahasiswa dari jurusan lainnya yang mengikuti KKN susulan dengan kami. Pembagian kelompokpun dimulai, masing-masing kelompok beranggotakan empat orang laki-laki dan enam orang perempuan, dari teman satu jurusan, aku hanya satu kelompok dengan Beby, teman satu jurusanku yang merupakan seorang atlet gymnastic yang belum lama mengikuti ajang olahraga PON di Pekanbaru Riau dan Olimpiade di Britania Raya musim panas lalu. Sisa dari delapan temanku berasal dari jurusan katering dan pendidikan sejarah, pada dasarnya kami bersepuluh berasal dari fakultas yang sama, yaitu fakultas IPS. Tak butuh waktu lama, sehari kami bersepuluh dipertemukan, kami langsung menemukan ritme pertemanan kami yang cukup solid dan kompak.

            Nadia dan Robi yang sangat agamis, Intan dan Kaisar sang koki andalan di rumah kontrakan kami, Fitri si tukang tertawa kencang, Gilang si paling bandel tapi paling siap siaga pasang badan jika kami kenapa-kenapa, Cici dan Syahru yang tidak terlalu banyak bicara, namun isi kepalanya penuh dengan ide-ide cemerlang, Beby sang atlet yang selalu bisa diandalkan mengajari olehraga anak-anak PAUD di desa tempat kami KKN dan aku yang menurut mereka si tukang reparasi dan si paling ceria, dimana ada barang rusak disitu tanganku berfungsi sebagai penyelamat, dimana ada kesedihan disitu aku datang sebagai penghibur. Sungguh kombinasi kelompok KKN yang menyenangkan, hampir tidak ada konflik sama sekali kecuali dengan Gilang si bandel yang sering kali izin pulang ke kosan hanya untuk memastikan ular-ular peliharaannya hidup dengan nyaman dan perut kenyang, sisanya Gilang ini kesulitan bangun pagi saja sih, tapi matanya selalu bisa diandalkan menjaga kami saat malam hari.

            Hari pertama kami datang ke desa tempat kami KKN, kami diarahkan oleh Ibu RW ke satu rumah yang akan kami tempati, rumah sederhana berukuran kurang lebih enam puluh meter persegi, dengan kamar tidur dua yang kami bagi menjadi kamar tidur perempuan dan kamar tidur laki-laki, satu ruang keluarga, dapur dan satu kamar mandi, cukup lah untuk kami bersepuluh. Udara Lembang akan terasa hangat bukan jika kami tidur berdempetan satu sama lain dalam satu kamar?

            Kegiatan sehari-hari kami habiskan membantu Ibu RW mengajar PAUD dipagi hari, siang hari kami kadang membantu warga sekitar panen hasil kebun mereka yang sangat melimpah, tak jarang kami sering mendapat bagian dari sayuran hasil kebun mereka, lumayan untuk bahan makanan kami sehari-hari, jadi bisa irit uang saku dengan mengolah hasil kebun pemberian warga sekitar. Selain itu, kami juga membuat beberapa program penyuluhan untuk mengedukasi warga agar kegiatan sehari-hari mereka lebih terprogram, seperti penyuluhan pemilahan sampah dari rumah masing-masing antara sampah organik dan non organik yang secara garis besar kegiatan ini sangat berpengaruh besar terhadap pembuangan dan pengunaaan sampah kembali ke depannya.

            Program KKN kami berlangsung sekitar dua bulan, sayangnya baru saja dua minggu kami menempati rumah kontrakan, kami terpaksa harus pindah karena rumah yang selama dua minggu kami tempati ini ternyata dalam tahap penjualan oleh pemiliknya, apesnya rumah itu laku lebih cepat dari perkiraan pemilik sehingga mengharuskan kami angkat kaki dan pindah ke rumah lain. Awalnya kami sedih karena harus pindah rumah, bukan karena sudah terlanjur nyaman dengan rumah lama, namun lebih ke malas beres-beres barangnya lagi sih. Namun, begitu kami diantar ke rumah kami yang baru kami sangat bersemangat. Rumah yang belum lama selesai dibangun, dengan dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang keluarga, dapur yang luas sangat membuat Intan dan Kaisar berbinar karena mereka kira playground mereka lebih baik dari rumah lama, belum lagi rumah baru kami ini dilengkapi dua teras yang terdapat di depan rumah dan disamping rumah yang pintunya langsung dari pintu dapur. Sebelah teras dapur terdapat kandang sapi yang sudah tidak digunakan lagi. Rumah dengan pekarangan luas dilengkapi dengan hamparan kebun brokoli yang luas dengan pemandangan langsung gunung burangrang dibelakang kebun dan satu kandang kambing tepat di depan kebun yang terletak tepat samping rumah kami. Meriah sekali rumah kami yang baru, kami berharap selama satu bulan dua minggu sisa waktu kami KKN di desa ini tidak mendapatkan drama pindah-pindah rumah lagi.

            Dikarenakan rumah baru kami yang terbilang sangat asik untuk dipakai nongkrong, sampai-sampai rumah kami betul dijadikan tempat tongkrongan teman-teman KKN kami dari desa lain. Hampir setiap hari teman-teman kami dari desa sebelah mampir main ke rumah kami hanya untuk menikmati asrinya rumah baru kami, sesekali kami main UNO bersama hingga larut malam. Bisa dibayangkan kan serunya seperti apa KKN kami saat itu, terlebih Fitri yang selalu heboh dengan tertawa kencangnya selalu berhasil menghangatkan Lembang yang saat itu sedang dingin-dinginnya. Lain hal denganku, selesai waktu sholat isya aku justru melipir ke teras samping dapur untuk teleponan dengan pacarku yang saat itu sedang ditugaskan di Sorong Papua Barat, aku biasa teleponan dengan pacarku paling lama satu jam sampai sekitar pukul sembilan malam, maklum Papua Bandung beda dua jam, sudah masuk waktu larut untuk pacarku ketika kami mengakhiri telepoon kami setiap malamnya.

            Hampir setiap malam rumah kontrakan kami selalu berisik dengan suara tertawa yang sahut-sahutan satu sama lain, kadang aku sampai tidak enak dengan warga sekitar, khawatir ada yang terganggu dengan suasana berisik kami. Sesekali aku peringatkan teman-teman terutama Fitri yang selalu paling berisik sendiri dengan tertawanya, untuk sedikit mengecilkan suara ketika sudah masuk waktu diatas pukul delapan malam, khawatir sekitar rumah kami memang ada anak kecil yang terbiasa sudah tidur pada waktu itu.Teman-teman sudah mulai memahami karakter satu sama lain, sehingga diantara kami bisa saling mengerti sifat dan kebiasaan masing-masing, ini yang membuat kelompok KKN kami solid dan kompak, meski dari kesepuluh diantara kami memiliki karakter yang berbeda-beda. Nadia dan Robi yang tidak pernah tidur diatar jam 10 malam karena terbiasa bangun paling subuh untuk melakukan ibadah, sementara Gilang baru tertidur selepas sholat subuh.

          Setiap akhir pekan kami biasanya pulang ke rumah masing-masing dan akan kembali ke kontakan selambat-lambatnya Senin pagi dan secepat-cepatnya hari Minggu malam. Akhir pekan itu aku diajak Ayah pergi ke pantai Pangandaran beserta keluarga teman dekat Ayah, namun ketika dalam perjalanan aku ditelepon oleh Ibu tiriku dan dimarah-marahi gara-gara aku pergi ikut Ayah tanpa bilang Ibu tiriku terlebih dahulu. Apa masalahnya? hanya karena aku pergi dengan Ayah kandungku lalu Ibu tiriku marah-marah, padahal adik bungsuku yang merupakan anak Ayah dari Ibu tiriku ikut serta Ayah ke Pangandaran, sahabatku Enji juga turut ikut saat itu, ia menenangkanku agar tidak larut dalam kesedihan karena aku dimarahi oleh Ibu tiriku. Seharian aku menikmati liburanku di Pangandaran hingga keesokhariannya kami kembali ke Bandung, sebelum kembali ke kontrakanku di Lembang aku memutuskan untuk menukar pakaian lamaku dengan pakaian yang ada didalam lemari pakaian di rumahku. Saat aku dan Ayah sampai rumah, Ibu tiriku sedang pergi, ketika aku masuk ke dalam kamarku kondisi kamarku sudah hancur lebur berantakan, pakaianku berhamburan di lantai. Semarah itukah Ibu tiriku hanya gara-gara aku ikut pergi liburan sehari dengan Ayah lantas tak bilang terlebih dulu padanya? Aku lantas menyuruh Ayah untuk melihat kondisi kamarku, saat itu juga aku memutuskan untuk pergi dari rumah membawa serta semua barang-barangku ke kontrakan untuk menghindari amukan Ibu tiriku secara langsung, Ayah lantas menyetujuinya dan pergi mengantarku ke kontrakan menggunakan mobil mengangkut hampir semua barang milikku, sebagian barangku yang tidak mungkin ku simpan di kotrakan KKN Ayah titipkan di rumah teman dekat Ayah yang kebetulan rumahnya di kawasan jalan Setiabudi tak jauh dari kampusku.

           Kembali ke kontrakan hatiku kalut sekalut-kalutnya, sesekali menyeka air mata ketika sedang bercengkrama dengan teman-teman. Intan dan Nadia sempat bertanya apa gerangan yang membuatku bersedih, mereka menyangka bahwa aku sedang bertengkar dengan pacarku, namun aku memilih untuk menyimpan sendiri cerita sebenarnya  dan mencurahkan pada Tuhan ketika tengah malam nanti dalam sujud. Malam kami habiskan waktu seperti biasanya, teman-teman yang lain menghangatkan suasana dengan bermain UNO, sedangkan aku teleponan dengan pacarku. Pada pacarku pun aku memilih untuk tidak menceritakan apa yang sudah aku alami beberapa hari ini, biarlah pacarku jauh di sana fokus bekerja tanpa terbebani oleh pikiranku. Malam itu aku melihat satu nenek-nenek dengan pakaian kebaya dan kain jarik membaluti bagian bawah badannya dan rambut tertata rapih masuk ke dalam kandang sapi samping dapur, kandang sapi yang sudah tak digunakan lagi, Baru kali ini aku melihat nenek-nenek itu, sambil berjalan bungkuk dan tersenyum nenek itu datang dari arah kebun brokoli masuk ke dalam kandang dan berkata “punten neng (permisi neng)”, dengan sedikit tidak konsentrasi aku menjawab singkat “mangga (silakan)” dan konsentrasiku berlalu pada sambungan telepon jarak jauh dengan pacarku kembali. Aku tidak tahu apa yang nenek-nenek itu lakukan di dalam kandang sapi yang gelap tanpa sedikitpun penerangan itu, setelah kurang lebih satu jam aku akhiri sambungan telepon dan masuk kembali ke dalam rumah, nenek-nenek itupun seketika aku lupakan.

            Tengah malam aku terbangun, aku memutuskan untuk sholat malam dan mengadukan kesedihanku pada Tuhan semesta alam, aku habiskan sisa air mata sakit hatiku dalam setiap sujudnya, tidak mendoakan Ibu tiriku yang aneh-aneh, aku hanya fokus ingin menyembuhkan lukaku karena kejadian yang baru saja aku alami. Aku sholat di ruang tamu, dimana ruangan tersebut terdapat satu jendela memanjang ke bawah yang tidak kami tutup dengan gorden. Selepas aku sholat malam, dengan muka lesu aku lihat nenek-nenek yang ku temui di kandang sapi samping rumah berjalan menuju pagar rumah, aku biarkan nenek itu berlalu keluar pekarangan rumah kontrakan dan meneruskan kesedihanku malam itu sendirian. Tak lama Nadia bangun untuk melakukan sholat malam juga, Nadia satu-satunya orang yang ternyata sedari aku sholat sambil menangis tadi diam-diam memperhatikanku, Nadia memutuskan untuk diam terlebih dahulu di pintu kamar dan membiarkanku selesai dengan kesedihanku itu, saat dirasa aku sudah mulai kondusif Nadia keluar kamar dan menghampiriku sambil tersenyum dan bertanya kenapa, tanpa menjawab aku memeluk Nadia yang mukanya sangat menyejukkan itu. Nadia lantas mengambil air wudhu dan sholat disampingku yang masih duduk diam dengan kesedihanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun