Telaga itu masih sama, menyimpan dingin yang lama di kedalaman dadamu itu, kini riaknya tak lagi ceria karena ia tahu setiap tetesnya berasal dari hujan air mata yang jatuhnya hanya menitipkan kecewa, deras pun hanya mengisi apa-apa yang hampa.
"Apakah aku masih menjadi sejuk pada air telaga itu," katamu pada aku yang hanya menjadi tepian sepimu, hanya sebatas jemari yang jadi peneduh saat hujan dukamu saja.
Kita masih mencari jalan setapak, menyusuri jejak untuk temukan dunia baru, tapi terkadang lupa;
pada penghilang dahaga
pada teduh di pinggir telaga
pada hati tempat kembalinya hari-hari.
Namun, lihatlah di sana, cahaya itu masih ada berpendar walau samar-samar, berkelindan dengan gelap yang masih saja menyekap segala harap, isyaratkan ada sebentuk harapan yang menunggu benderang lalu jadi gemintang, untuk kembali jadi sepilihan mimpi yang  kembali kau kagumi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI