Fenomena "Lopas": Banyak yang Lihat, Sedikit yang Benar-benar Baca
Secara kasat mata, siapa pun yang aktif membuat konten di media sosial bisa merasakan satu fenomena yang makin nyata dari hari ke hari: tingginya angka tampilan (reach atau views), tetapi minim interaksi yang mendalam. Tidak sedikit konten yang dilihat ribuan kali, namun hanya mendapat sedikit komentar, bahkan tanda suka pun enggan diklik.
Fenomena ini secara bercanda mulai disebut sebagai "Lopas", singkatan dari Lihat, Oke, tapi Skip. Mereka adalah pengguna media sosial yang hanya melirik sekilas judul, cuplikan isi, atau kalimat pembuka status, lalu dengan cepat berpindah ke konten lain. Bahkan dalam banyak kasus, tombol "like" pun tidak disentuh. Mereka hadir, tapi tidak benar-benar hadir. Mereka ada, tapi hanya sekejap, dan nyaris tanpa jejak.
Lopas: Rojali Versi Digital
Fenomena Lopas ini tak ubahnya seperti fenomena Rojali (Rombongan Jarang Beli) di dunia ritel fisik. Pada kuartal pertama 2025, kunjungan ke pusat perbelanjaan memang naik 10--15 persen, menurut data Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia. Namun, banyak pengunjung hanya datang untuk jalan-jalan, foto-foto, atau sekadar nongkrong, bukan untuk bertransaksi. Aktivitas terlihat ramai, tetapi nilai jual-beli rendah.
Di dunia digital, situasi serupa pun terjadi. Platform media sosial dipenuhi dengan lalu lintas pengguna, tetapi banyak dari mereka tidak sungguh-sungguh menyimak isi konten. Mereka tertarik dengan headline, mampir sebentar, mungkin bahkan menyimpan, namun tidak membaca sampai selesai. Bahkan jika mereka membaca, mereka enggan berinteraksi.
Lopas adalah tanda zaman. Kita tidak bisa (dan tidak perlu) memaksa semua orang membaca sampai tuntas. Tapi kita bisa memperkuat pesan inti, menyebarkannya melalui berbagai format (tulisan, video, podcast), dan memastikan setiap orang yang berhenti sejenak di konten kita, merasa ada nilainya.
Seperti kebijakan ekonomi yang diarahkan untuk memperkuat daya beli dan mendorong konsumsi, pembuat konten juga perlu strategi yang tidak hanya fokus pada jumlah views, tetapi pada kualitas keterlibatan.
Kenapa Banyak yang Cuma Lihat, Tidak Baca?
Ada beberapa kemungkinan yang melatarbelakangi munculnya fenomena Lopas di media digital: