Pernah tahun 2021 lalu di salah satu SMA Negeri di Kota Padang Panjang, lebih dari 150 orang siswanya harus mengulang ujian semseter 1 mereka kembali. Saya tahu kasus ini kebetulan karena salah satu siswanya adik saya. Arman.Â
Arman anak dari Tante saya. Adik mama saya. Ia tinggal di rumah saya. Siang itu sepulang sekolah, ia menemui saya. "Kak, mohon maaf Man, Kak. Man bikin malu Kak dan keluarga kita." Ratapnya.
Tiba-tiba darah saya berdesir. Saya amati Arman dari atas kepala hingga kaki. Tak ada yang aneh. Dahi saya pun berkerut sebagai pertanda heran.
"Kak disuruh Pak Fir ke sekolah. Kami seangkatan ketahuan menyontek, Kak."Ratapnya lagi.
Aku pun menelepon Pak Fir. Kebetulan, aku punya nomor HP beliau. Dari beliau, aku tahu bahwa lebih kurang 150 siswa kelas X menyontek, kerja sama, bahkan membobol chip soal dan kunci jawaban karena ujian saat itu dilakukan secara online.
Saat itu masih suasana pandemi corona. Termasuk di antara mereka, adikku Arman, ponakanku Adel. Bahkan, laptop Armanlah yang dipakai buat membobol soal dan kunci jawaban itu. Kepala sekolah sempat ngamuk, hingga bilang, "Kalau sekarang mereka cuma bobol chip soal, besok-besok bisa aja nekat ngerampok bank lagi!"
Apa artinya nilai 100 dalam matematika dan semua pelajaran seperti kejadian di atas jika anak mendapatkannya dengan curang seperti di atas?
Mereka idak tahu cara membedakan hak dan kewajiban? Apa gunanya dapat nilai sejarah pahlawan 100 jika tidak punya keberanian untuk jujur mendapatkan nilai?
Pendidikan karakter seharusnya bukan sekadar program tambahan, melainkan napas utama dalam pembelajaran seperti di atas. Pak Fir dan jajaran menindak dan mengantisipasi dengan cepat tindakan siswa tak berkarakter di atas.
Kembali ke Inti Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, kecerdasan akademik bukan satu-satunya tujuan. Lebih dari itu, pembentukan karakter yang kuat dan moral yang baik juga menjadi hal yang utama. Sayangnya, di tengah perkembangan zaman yang semakin kompleks, esensi pendidikan sering kali bergeser. Guru makin sulit menerapkan pendidikan karakter kepada siswanya karena orangtua cendrung menyalahkan guru bila siswa disiplinkan di sekolah.