Adam menatap layar ponselnya sambil menghela napas. Menarik dari hidung, menahan di perut, perlahan mengeluarkan dari mulut. Diulangnya berkali-kali hingga ia merasa lega di dada dan keningnya. Lalu ia lebarkan mata, perlahan bersindawa. "Alhamdulillah." Ucapnya.
Itulah kebiasaan baik Adam bila ada yang mengganggu pikirannya. Mengeluarkan sindawa seolah mengeluarkan penyakit yang bercokol di tubuhnya. Istilah di kampung, angin jahat yang bercokol di perut atas di sekitar ulu hati. Bila mampu mengendalikan ini dengan dzikir, maka kita bebas dari beragam penyakit, apalagi magh.
Di media sosial, teman-teman Adam masih sibuk memamerkan barang-barang mewah---jam tangan mahal, sneakers edisi terbatas, atau perjalanan ke luar negeri yang penuh kemewahan. Ia dulu juga seperti itu, selalu berusaha tampil keren, mengikuti tren YOLO dengan prinsip hidup hanya sekali, jadi nikmati saja.
YOLO adalah singkatan dari "You Only Live Once", yang berarti "Kamu Hanya Hidup Sekali". Konsep ini populer di kalangan anak muda sebagai filosofi hidup yang mendorong seseorang untuk menikmati hidup apa adanya, sepenuhnya, mencoba hal-hal baru, dan mengambil risiko tanpa terlalu banyak kekhawatiran tentang masa depan. Habiskan apa yang ada sekarang.
Gaya hidup YOLO sering dikaitkan dengan: Pengalaman spontan: Bepergian mendadak, mencoba makanan unik, atau melakukan aktivitas ekstrem. Konsumsi tanpa pikir panjang: Membeli barang mewah, mengikuti tren, atau menghamburkan uang untuk pengalaman sesaat. Prioritas pada kesenangan: Memilih kesenangan instan daripada perencanaan jangka panjang.
Namun, tren ini mendapat kritik karena bisa menyebabkan keputusan impulsif yang merugikan, seperti boros, mengabaikan tanggung jawab, atau kurang mempertimbangkan masa depan. Karena itu, tren baru seperti YONO (You Only Need One) muncul sebagai respons untuk lebih menekankan hidup sederhana dan berkelanjutan.
Namun, sesuatu berubah dalam diri Adam sekarang. Beberapa bulan terakhir, ia mulai merasa lelah. Kejar-kejaran dengan gaya hidup konsumtif ternyata tidak membuatnya lebih bahagia, malah semakin tertekan. Tagihan kartu kredit menumpuk dan barang-barang yang ia beli hanya membuat kamarnya penuh sesak sekarang.
Suatu malam, ia mulai membaca tentang tren baru bernama YONO---You Only Need One. Konsepnya sederhana saja, hanya memiliki dan menggunakan yang benar-benar diperlukan. Prinsip ini bertolak belakang dengan budaya flexing yang selama ini ia anut dan teman-temannya.
Adam mulai tertarik. Ia pun memulai dengan merapikan kamarnya. Sepatu yang jarang ia pakai dijual, pakaian yang berlebih disumbangkan. Setiap barang yang ingin ia beli kini ia pikirkan matang-matang: Apakah aku benar-benar butuh ini? Bahkan ia mulai menerapkan budaya Jepang. Tunggu 24 jam sebelum membuat keputusan.