Bila semua itu kita hadapi dengan emosi, mental kita guru yang rusak. Bahkan bisa merugikan diri kita sendiri seperti guru di Deli Serdang itu. Merugikan anak murid kita pula seperti korban meninggal di sana.
Logika kita menjadi guru saat ini musti ligat menyiasati perilaku mereka. Ingat ketika kita belajar mikro teaching di ruang perkuliahan. Siapkan anak dengan guru diam. Diam melihat tingkah laku mereka dulu. Diam agar mereka instrospeksi diri lalu ikut diam menatap kita.
Dulu memang ketika guru masuk kelas, mereka serentak diam. Berhenti bicara bila sedang bicara. Berhenti menengok ke belakang bila sedang tertoleh. Tapi hari ini Gen Z beda. Mereka tak semua di kelas saat guru tiba. Mereka di kantin, di lapangan bola, di masjid, bahkan nongkrong di toilet sekolah.
Ketika guru akan masuk kelas, sebagian mulai berlari. Ketika guru sudah di kelas, satu persatu mulai lengkap. Sungguh butuh kesabaran ekstra bagi kita guru menemui mereka. Mental guru harus terus dicas dengan ishtighfar dan zikir sebagai pendekatan agama.
Bila telat ngecas bisa kilaf. Bisa sakit. Bisa demam dan stroke. Ikut teriak-teriak karena marah. Sekarang tak bisa begitu bila tak ingin rugi. Bahkan salah satu rekan kerja saya memakai mic telinga wireless saat mengajar agar bisa mengimbangi suara mereka.
Begitu rapuh karakter Gen Z yang dihadapi guru saat ini. Wajar sih mereka begini. Tak punya perasaan, hati, dan empati. Mereka generasi Covid-19. Mereka berguru pada android, notebook, dan PC. Bukankah alat teknologi ini tak bisa bicara? Teknologi ini tak bisa memberi pelajaran karakter pada mereka?
Teknologi itupun tak pernah meminta dihargai. Tak minta diperhatikan. Bahkan tak berperasaan. Kini kita gurupun hanya bisa berpura-pura menjadi android, notebook, atau PC bagi mereka. Jangan ngebet dulu penghargaan. Tapi tarik dulu atensi mereka.
Nah untuk situasi itu butuh kesehatan mental yang berlapis-lapis bernama sabar. Bila tidak-kejadian-kejadian seperti di Deli Serdang akan berulang lagi. Kita guru yang akan merugi.
Kita benar-benar harus menyadari akan pentingnya kesehatan mental ini di lingkungan kerja atau kelas saat ini. Selama ini sering kali kita menyepelekan tanda-tanda awal gangguan mental berupa rasa marah.
Marah tak tersalurkan menimbulkan akibat seperti stres yang berkelanjutan. Bisa pusing, mag, migrine, dan sebagainya.
Dalam artikel ini, kita akan melihat lebih dalam tentang pentingnya menjaga kesehatan mental di tempat kerja dan kelas, penyebab utama stres di lingkungan kerja dan kelas, dan cara-cara efektif kita untuk mengatasinya.