Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Yang Dirindukan dari Kampung Halaman saat Tradisi Mudik

25 April 2023   17:00 Diperbarui: 25 April 2023   17:01 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samber THR, Samber 2023, H-25. Makin seru nih. Cerita Mudik dan Daya Tarik Mudik. Ya apa ya yang dirindukan dari kampung halaman.

Kampung halaman merupakan daerah asal kita atau daerah tempat kelahiran kita. Di sana kita lahir dan besar hingga mandiri, bekerja, dan pindah menetap.

Kita sangat terikat dengan kampung halaman secara batin, fisik, dan sosiobudaya. Keterkaitan kita dengan kampung halaman mengakibatkan kita tidak mau berpisah dengan kampung halaman sampai akhir hayat.

Kampung halaman saya di Sontang Lama, Pasaman. Di sana saya lahir, dibesarkan, disekolahkan hingga tamat SD. Setamat SD, saya pun di antar ayah sekolah ke Kota Kabupaten Pasaman, bernama Lubuk Sikaping. Tepatnya MTsN Lubuk Sikaping. 

Di sinilah saya faham arti kampung halaman. Tiap ada guru masuk kelas, berkenalan, salah satu isi perkenalan, negeri asal. Begitu juga dalam bahasa Inggris. I come from Sontang Lama.


Enam tahun saya bersekolah di kota ini. 3 tahun di MTsN dan 3 tahun di MAN. Sekali seminggu tradisi anak kost pulang kampung. Sesampai di kampung, beres-beres rumah, memasak, mencuci pakaian, dan menyeterika. Tak ada waktu untuk belajar.

Lagi di zaman itu, pelajaran tak begitu sulit. Cukup mencatat dan mendengar penjelasan guru, sudah. Cukup. Saya ingat, saya hanya bisa meraih rangking 4 dan 5 saat itu.

Istilahnya 10 besar. Meskipun tak belajar. Syukurlah dapat juga 10 besar. Hingga tamatlah MAN dan sayapun lanjut kuliah di Padang Panjang. Meski sudah kuliah, daya tarik kampung halaman untuk dikunjungu tetap memesona.

Tradisi mudik sekali seminggu masih saya terapkan. Hingga ayah saya menegur, " Mau lanjut kuliah atau gimana? Berapa ongkos pulang 1x seminggu. Kamu lelah iya juga."

Saya pun merajuk. Tak pulang-pulang. Untuk membuang suntuk, saya rajin ke perpustakaan, rajin ikut organisasi, dan rajin menghafal Al-Quran. IPK saya pun 3, 75 ke atas tiap tahunnya. Cuma sekali 3,25 saat semester 1. 3,5 tahun kuliah saya selesai. 

Tiap ada teman di kost akan pulang kampung saya temani. Asyik sekali mengunjungi kampung halaman mereka. Semua punya khas dan keunikan masing-masing.

Apa sih sebetulnya yang dirindukan saat mudik ke kampung?

Pertama, rumah tempat tinggal kita.

Yang paling saya rindukan saat pulang ke kampung adalah rumah. Rumah Ayah Ibu tempat saya dibesarkan. Kamar saya, dapur, kamar mandi, ruang nonton, dan halaman belakang rumah.

Kerinduan saat jauh dirantau bukan hanya kita rindu kepada orang. Tapi, suasana rumah, ketenangan rumah, keramaian rumah, dan luasnya rumah. Itulah pasti yang akan kita rindukan.

Suara sungai di belakang, suara anak tetangga, angin yang meniup pepohonan, suara tetangga lalu lalang di belakang rumah akan ke pasar atau ke tapian mandi, dan suara ibu memasak di dapur juga bikin kangen berat.

Di rantau sempit, hidup sendiri di tempat orang, tak ada yang memasak. Sungguh jelas beda rasanya dibanding saat tinggal di rumah. Kangen suasana rumah.

Kedua, duduk kongko-kongko bersama tetangga.

Bila saya duduk di teras rumah depan atau belakang. Para tetangga tua atau muda datang bersilatu rahmi. Kami gelar tikar, kami pun duduk rehat dan tidur-tiduran bercerita bersama.

Tak ada habis cerita dengan mereka. Ya cerita sawah, kebun, cerita teman yang jauh, bahkan sambil menyiapkan diri kami untuk masak bersama. Inilah kisah unik bertetangga di kampung. Tak sendirian seperti di kota.

Ketiga, mandi bersama dan masak mie instan.

Usai duduk dan kongko biasanya kami pun bikin kesepakatan. Mencuci pakaian dan piring kotor ke sungai. Bendungan Sontang. Tak tinggal kami membeli mie instan lalu memasak di sana.

Memasak bukan pakai kompor atau gas. Tapi pakai kayu bakar. Makanan yang dimasak dengan kayu bakar lebih wangi dan nikmat. Kayu bakar sangat mudah mendapatkan di kebun dan tepi-tepi bendungan.

Biasanya kami memasak mie pedas. Bibir terasa jontor usai makan. 

Saat merantau akan terhalang jarak dengan mereka, sahabat, dan orang-orang terdekat. Keluarga, kerabat, dan sahabat, mereka tak bisa lagi ditemui secara langsung. Mereka pun mulai sungkan bersahabat.

Walaupun masih terhubung via chat ataupun videocall, rasanya tetap berbeda. Tak seakrab dulu lagi.

Kerinduan pada mereka membuat kita sedih dan ingin pulang. Bila tak ingat tujuan awal merantau, ya pasti pengen tancap gas pulang. Ya terus tegar dan yakini bahwa perjuangan akan berakhir bahagia.

Di mana bumi di pijak, di situ langit dijunjung.

Keempat, makanan khas daerah

Poin berikut yang menjadi daya tarik pulang adalah makanan khas. Meski di rantau ada gulai ayam, tapi ayam gulai di kampung lebih enak. Makanan akan jadi salah satu yang paling kita rindukan.

Baik itu makanan rumahan seperti gulai ikan, ayam,daging, ataupun makanan yang dijual di rumah makan, ada mie khas Pasaman. Meski ada di rantau tentu akan beda rasanya dengan yang kita temui di kampung.

Kelima, kolam, sawah, dan kebun

Itulah tempat tinggal sebelumnya, yang menjadi tempat favorit untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan sahabat. Di rantau tak ada kolam ikan, sawah, dan kebun. Pasti akan kangen berat sama tempat itu. Ketenangannya, kesyahduannya, dan bagaimana tempat itu secara ajaib selalu bisa menghibur kami.

Makan bersama di sana dengan piring daun pisang. Ada lalap petai cina, ikan bakar segar. Seru sekali dan enak. Sementara waktu, says tak bisa ke tempat itu lagi. Tapi, menemukan tempat favorit lain di kota rantaun ini adalah solusi.

Bahasa yang begitu beragam di dunia ini akan membuat kita rindu pada bahasa di daerah asal kita saat merantau. Terutama buat kalian yang merantau di daerah yang memiliki perbedaan bahasa dengan tempat tinggal selama ini.

Keenam, rindu suasana pasar di kampung.

Kangen banget, bebasnya kita menggunakan bahasa daerah di kampung halaman. Olo. Mangan hita. Hei... tudia de hamu. Begitu. Kadang bahasa kasar di kampung dirindukan. Ceplas-ceplos. Apalagi di pasar. Duduk di lapak mama saya berjualan.

Begitu juga di pasar jonjong dekat rumah. Duduk di lapak sayur sahabat saya. Eh malah yang lain datang berkerumun sehingga lupa berjualan. He he he.

Sementara, dirantau saya harus menggunakan bahasa lemah lembut. Tak bisa memanggil keras-keras karena berbeda. Di sini lebih dipahami warga sekitar bahasa lemah lembut.

Bahasa lemah lembut dirantau itu juga menyenangkan. Tapi adakalanya juga rindu suasana berbahasa di kampung. Ada hal-hal tertentu yang bikin merantau kadang terasa berat. Tapi musti dijalani dengan semangat. 

Sebab semua sudah berubah. Mama dan Ayah di kampung sudah tiada. Saudara semua pun sudah merantau. Sahabat-sahabat di kampung pun sibuk mengurusi urusan rumah tangga mereka. Jika kerinduan pada hal-hal di atas menyerang, saya pun ingat lagi tujuan merantau...

Saya tak kuat bertani. Saya pun tak kuat tinggal di kampung. Panas. Suasana di kampung pun tak sesuai lagi dengan latar kehidupan anak-anak yang terbiasa berbahasa lemah lembut. Ya. Tetap semangat! Bila rindu kampung, kita pulang. Tradisi unik dan menggelitik, ya pulang kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun