Mohon tunggu...
Retno Lestari
Retno Lestari Mohon Tunggu... Pendidik berdedikasi yang berpengalaman sebagai guru SMK, SMA, Tutor PKBM, serta aktif di berbagai kegiatan strategis nasional seperti narasumber pendamping pusat bantuan Teaching Factory (TeFa) dan Projek Kegiatan Kewirausahaan (PKK). Terlibat aktif sebagai fasilitator, penelaah, dan kontributor di Platform Merdeka Mengajar (PMM), serta penelaah capaian pembelajaran Puskur. Memiliki semangat berbagi praktik baik dan berkontribusi dalam pengembangan pendidikan Indonesia yang lebih adaptif dan transformatif.

Membaca adalah kegiatan yang memperkaya batin dan pikiran saya. Dengan membaca, saya belajar memahami dunia dan diri sendiri. Saya meyakini bahwa berpikir positif, bersikap optimis, dan memiliki ketegasan adalah kunci untuk menghadapi hidup dengan mantap dan percaya diri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendung di Mata Rena

7 Juli 2025   07:42 Diperbarui: 7 Juli 2025   07:42 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Saudara-saudara diharap tenang dulu, kasus ini sebaiknya kita laporkan saja pada pihak yang berwajib, biar kasus ini ditangani oleh mereka karena ini termasuk tindakan kriminal" ucap pak RT mencoba menenangkan warga.

" Jangan pak, ini merupakan aib kampung kita, lagipula kalau pelakunya orang sini sendiri, kita akan lebih malu lagi, bukannya kampung kita dikenal oleh kampung lain karena keramahan dan sopan santunnya? Jika nanti dilaporkan ke pihak yang berwajib, maka kampung ini akan tercoreng namanya" Ucap mbok Inah panjang lebar dengan mata yang tampak kosong dan menerawang jauh entah kemana.

"Wah, bener juga kata mbok Inah. Mendingan bayi ini dirawat mbok Inah aja nggak apa-apa, yang penting nama baik kampung kita tetap terjaga".

"Baiklah kalau begitu biar Mbok Inah saja yang merawatnya, lagi pula bayi ini ditemukan di depan rumahnya, jadi Mbok Inah berhak merawat bayi ini. Oh iya ibu-ibu tolong antar mbok Inah ke puskesmas untuk memeriksa kondisi bayi ini" ucap Pak RT.

Perlahan-lahan orang-orang pun mulai membubarkan diri. Sejak itulah Mbok Inah merawat bayi itu hingga tumbuh menjadi dewasa dan matanya tetap saja tampak mendung dan  sembab tak bersinar.

*****

  

 "Rena, makan dulu, ini ibu sudah buatkan kopi hangat dan sarapan buat kamu Nak, masih hangat, Ibu taruh di meja" ucap mbok Inah. Rena hanya diam saja seperti biasanya, ia tak pernah mau bicara, ia lebih banyak berdiam diri di rumah. Sehingga orang-orang menganggapnya bisu.

"Nak, mengapa kamu setiap hari duduk di depan jendela menatap langit di saat mendung  seperti itu, nanti kamu sakit Nak, makanlah dulu, biar kamu tidak sakit " lanjut Mbok Inah sambil beres-beres.

Tetap saja tak ada sahutan dari bibir Rena yang mungil itu. Matanya terus menerawang jauh entah kemana.

            Awan hitam tampak berarak-arakan di angkasa, langit masih saja gelap dan gerimis turun perlahan-lahan seperti mata Rena yang selalu tampak mendung dan bulir-bulir air matanya layaknya gerimis yang turun dari langit. Rena terus menatap awan hitam yang berarak-arakan itu. Hatinya selalu gelisah memikirkan yang tak tahu apa yang ia pikirkan. Ia merasa sepi, padahal di sisinya ada ibunya yang selalu menemani, memberikan kasih sayang yang tak pernah putus. Namun  hatinya tetap saja gelisah dan tak tenang seperti ada beban berton-ton yang dipikulnya. Kadang ia memikirkan ibunya yang sangat berbeda dari dirinya, matanya sangat berbeda, wajahnya juga berbeda dan yang paling beda jauh adalah usianya, ibunya kini berusia enam puluh tahun, seperti neneknya saja. Tapi Rena buru-buru menepis pikiran itu dari otaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun