Mohon tunggu...
Retno Lestari
Retno Lestari Mohon Tunggu... Pendidik berdedikasi yang berpengalaman sebagai guru SMK, SMA, Tutor PKBM, serta aktif di berbagai kegiatan strategis nasional seperti narasumber pendamping pusat bantuan Teaching Factory (TeFa) dan Projek Kegiatan Kewirausahaan (PKK). Terlibat aktif sebagai fasilitator, penelaah, dan kontributor di Platform Merdeka Mengajar (PMM), serta penelaah capaian pembelajaran Puskur. Memiliki semangat berbagi praktik baik dan berkontribusi dalam pengembangan pendidikan Indonesia yang lebih adaptif dan transformatif.

Membaca adalah kegiatan yang memperkaya batin dan pikiran saya. Dengan membaca, saya belajar memahami dunia dan diri sendiri. Saya meyakini bahwa berpikir positif, bersikap optimis, dan memiliki ketegasan adalah kunci untuk menghadapi hidup dengan mantap dan percaya diri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendung di Mata Rena

7 Juli 2025   07:42 Diperbarui: 7 Juli 2025   07:42 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ayu . . . Ayu menyesal Mbok, Ayu khilaf, terkutuk laki-laki bejat dan tak bertanggung jawab itu Mbok, dia meninggalkan Ayu begitu saja, Ayu mohon Mbok " tangis Ayu makin menjadi-jadi. Mbok Inah hanya diam saja, tidak bisa mengambil keputusan, dalam pikiran Mbok Inah, jika membantunya ia tidak akan pernah sadar, Mbok Inah tahu betul watak Ayu, anak bekas majikannya itu. Apalagi penyebab beliau dipecat dari rumah majikannya adalah ulah anak ini, karena dianggap tidak bisa menjaga anak majikannya itu, dan tiba-tiba kini ia berada di depannya minta tolong sesuatu yang tidak pernah Mbok bayangkan.

"Ya sudah, kalau Mbok tidak mau membantu Ayu, Ayu buang saja bayi ini, percuma aku ke sini ke rumah kandang yang tak pantas aku injakkan kaki mulusku di sini, persetan, dasar tua bangka tak tahu diri" umpat Ayu sambil menggebrak pintu dan keluar rumah.

            Pukul 07.00 WIB, cuaca masih saja mendung, langit masih saja tak ingin bersahabat pagi ini. Gerimis pun membasahi bumi. Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut di depan rumah Mbok Inah.

"Ada apa pak RT ?" tanya Mbok Inah.

"Ini Mbok, Pak Sanusi menemukan bayi di tempat sampah di depan rumah Mbok" Jawab Pak RT.

"Astagfirullahaladzim " sebut Mbok.

"Lihatlah Mbok bayinya sangat lucu, manis dan cantik. Matanya coklat, beda dengan orang-orang, tapi matanya tampak sembab, dan kelihatan berair, mungkin karena terkena gerimis, kasihan bayi ini " ucap Pak Sanusi.

"Tapi dia kan tidak menangis pak, sungguh kuat anak ini, kasihan sekali" sahut Pak RT.

"Ibu anak ini sungguh kejam, tega sekali membuang anaknya, bayi ini biar saya rawat saja pak, saya kan baru punya anak satu " sahut ibu yang pakai kerudung merah itu.

"Halah . . . ibu ini, kan ibu baru hamil, nanti kan juga punya anak lagi, biar aku saja yang merawatnya, lagian kan anakku kuliah di luar kota, jadi aku sama suamiku cuma sendirian, jadi biar aku sajalah yang mengasuhnya, Pak RT." sahut Ibu yang lainnya.

"Tidak, biar aku saja yang merawatnya Pak, lagi pula sudah lama aku hidup sendirian semenjak suamiku meninggal dunia, biar bayi ini aku rawat sebagai anak angkatku, Pak." Mbok Inah angkat bicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun