Namun, ironi nyata muncul. Habitat orang utan Kalimantan terus menyusut akibat perkebunan kelapa sawit, kebakaran hutan, dan pembalakan liar. Fragmentasi hutan memaksa mereka keluar ke kebun atau permukiman, lalu dianggap hama.
1. Habitat yang terkikis: Perluasan lahan sawit dan industri monokultur merobek hutan menjadi petak-petak tersisa. Hutan yang dulu luas kini terpotong-potong. Bagi mereka, petakan itu bukan sekadar batas administrasi: itu adalah dinding maut. Kebakaran hutan yang kerap terjadi akibat land clearing yang salah semakin memperparah kondisi, meninggalkan sisa hutan yang hangus dan mengancam nyawa satwa.
2. Fragmentasi hutan: Jalan, kebun sawit, perkebunan lainnya memisahkan hutan inti. Orang utan dipaksa berjalan keluar hutan untuk mencari makanan atau pasangan, makin dekat dengan pemukiman manusia.
3. Konflik manusia-satwa: Mereka muncul di tepian kampung, di jalanan, di tiang listrik. Bahaya jatuh, tersetrum. Tak hanya kehilangan rumah, mereka kehilangan rasa aman.
4. Musim hujan semakin ganas, tiang listrik tergenang, kabel terbuka---makhluk lemah apa pun bisa jadi korban. Orang utan bayi pun ikut dalam situasi ini.
Statistik yang Membungkam
Tak hanya cerita atau momok, penyusutan ruang hidup orang utan dan makhluk hutan lainnya kini punya angka yang tak terbantahkan. Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) pada tahun 2025 mendeteksi 312.000 hektare kebun kelapa sawit di Kalimantan Tengah yang dibangun di kawasan hutan, dan kini dikenai denda serta proses penertiban. Angka ini menjadi bukti bahwa kerusakan hutan bukan lagi ancaman masa depan --- ia sudah berada di depan mata.
Prof. Birute Galdikas: Cahaya di Tengah Kabut
Bayangkan jika tidak ada Bunda Prof. Birute Mary Galdikas. Sejak 1971 ia menjelajahi hutan di Tanjung Puting, dengan peta kecil di tangan, tekad yang besar. Ia mendirikan penelitian, perlindungan, rehabilitasi orang utan. OFI (Orangutan Foundation International) menjadi lembaga panutan, tidak cuma membantu orang utan, tapi juga mendidik masyarakat tentang arti penting hutan dan keanekaragaman hayati.
Beliau tidak hanya menyelamatkan individu orang utan yang terdampar atau terluka, tapi juga menyelamatkan ide bahwa orang utan memiliki tempatnya di dunia ini. Barang kali tanpa beliau, kita sudah kehilangan spesies ini --- bukan di masa depan jauh, tapi mungkin sudah sekarang.
Aku bangga bahwa sosok seperti beliau ada. Bahwa ada harapan, bahwa meski aku hanyalah warga biasa, aku bisa turut merasakan dan mendukung perjuangan beliau.