Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Eksploitasi di Tengah Empati

24 Januari 2023   16:00 Diperbarui: 25 Januari 2023   15:07 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konten mandi lumpur Live tiktok (KOMPAS.COM/IDHAM KHALID) 

 Membahas media sosial sepertinya memang tidak pernah ada habisnya. Wajar sih, soalnya platform digital ini sudah seperti menjadi dunia kedua bagi banyak orang dari berbagai kalangan. 

Media sosial menjadi wadah yang hampir tak memiliki batasan dalam mengatasi pergerakan informasi yang begitu masif. Boleh jadi informasi apapun bisa didapat melaluinya, dari mulai berita, kondisi terkini di berbagai wilayah, kabar kawan-kawan kita yang berada dimanapun, hingga orang menawarkan jualannya pun sangat mudah dan bisa tersebar cepat.

Namun dari masifnya pergerakan informasi itu, ada hal yang belakangan ini mengganjal dalam pikiran penulis. Yaitu terkait fenomena eksploitasi manusia untuk dijadikan konten yang ujung-ujungnya tentu saja untuk mendapat perhatian banyak orang yang akan terkonversi menjadi pundi-pundi pendapatan, baik yang melalui bentuk iklan (atau istilah kerennya adsense) hingga yang secara terang-terangan meminta donasi.

Sebenarnya mendapatkan penghasilan melalui media sosial sama sekali bukan sesuatu yang salah, bahkan media sosial saat ini sudah menjadi tulang punggung pendapatan bagi banyak konten creator dengan segala jenis konten yang mereka buat.

Tetapi ketika penghasilan yang diusahakan melalui media sosial itu didapat dengan melanggar norma, mengeksploitasi orang lain untuk menarik simpati dan empati, bagi penulis rasa-rasanya tidak pas. 

Apalagi yang dieksploitasi ini masuk golongan yang seharusnya malah mendapat perlindungan lebih, pun juga yang melakukan eksploitasi bahkan juga ada figur-figur publik yang tentu saja memiliki banyak pengikut dan pengikutnya tidak menutup kemungkinan bisa terinspirasi melakukan hal yang sama. 

Penulis akan membahas masalah ini dengan menggunakan contoh 3 fenomena saja, walaupun penulis yakin ada jauh lebih banyak fenomena serupa yang terjadi dalam dunia media sosial.

Fenomena pertama yang penulis bahas adalah publik figur yang membuat konten dengan anaknya yang masih bayi, bahkan belum genap 1 tahun. Naik wahana tanpa pengaman yang benar, Anda perlu menyebut nama, tapi pasti banyak dari kita sudah tahu. 

Penulis akui banyak publik figur yang membagikan perkembangan anak-anak mereka melalui media sosial, memperkenalkan kepada banyak orang sekaligus bisa jadi memberikan contoh terkait cara mengasuh anak yang baik. 

Sejalan dengan itu mereka juga pastinya mendapat rating view dan mendapat penghasilan tambahan, dalam hal ini ada dua pandangan yang berbeda: ada yang bilang sah-sah saja dan ada pula yang bilang anak kecil belum waktunya untuk diajak mencari uang, balik ke masing-masing kita lah bagaimana mengambil sudut pandang.

Namun apakah hal yang pantas jika seseorang mengajak anaknya yang masih sangat kecil untuk bermain wahana jetski, di tengah laut, sempat melepaskan pelampung (yang sebagai alat keselamatan) dari tubuh anaknya, kemudian melanjutkan membuat konten? Meski tentu dipegang dan diawasi oleh orangtuanya dan mungkin juga ada tim yang mendampingi, hanya saja tidak tersorot kamera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun