Api menjadi salah satu bentuk simbolis yang paling kuat dan paling luas penerapannya. Api dapat mengacu kepada sedemikian banyak manfaat dan kepada sedemikian banyak bahagia. Api telah memainkan peranan penting dalam mitologi, legenda, puisi, dan dalam sejarah. Api berfungsi dengan sempurna sebagai simbol yang berhubungan dengan sifat rangkap pengalaman manusia, dimana api menghangatkan dan api juga dapat menghancurkan. Pembakaran para bidaah dan ahli sihir menjadi jalan untuk melenyapkan ancaman si jahat. Drama api merupakan cara yang paling efektif untuk melenyapkan unsur yang tidak baik. Di lain pihak, api tampak dengan jelas sekali sebagai sunber tenaga sehingga manusia ingin sekali memiliki di dalam dirinya sendiri semangat yang berkobar-kobar, gairah yang berapi-api. Orang-orang kristen berusaha untuk dibaptis dengan api, untuk mempunyai api di dalam hati mereka, untuk berkobar-kobar dengan api ilahi.
      Kemenduaan yang sama tampak dalam simbolisme air. Manusia dapat tidak makan selama berhari-hari dan masih tetap hidu. Akan tetapi, manusia tidak dapat hidup lama tanpa air. Kebutuhan akan persediaan air sangat mutlak. Sumur, perigi, sumber, dan oasis, dengan sendirinya mempunyai arti penting yang besar sebagai simbol penyelamatan dan penyegaran rohani. Namun, dilihat dari sudut lain, air dapat merupakan ancaman dan kehancuran. Kesusastraan dunia berlimpah dengan kisah-kisah air bah, topan, puting beliung, laut menggelombang, sungai membanjir, dan kapal-kapal tenggelam. Ada upacara pemurnian dengan permandian bagi orang-orang yang diterima sebagai anggota sekte-sekte keagamaan dan upacara pemurnian lebih lanjut bagi orang-orang yang terlihat dalam ibadat. Ada hubungan yang erat bahwa antara tubuh yang dibasuh dengan air murni dan hati nurani yang menjadi bersih dihadapan Allah. Â
3.6 Darah dan Kurban
      Dalam dunia kuno, darah menjadi sumber dan pembawa hidup sendiri. Berbagi darah, seperti dalam upacara inisiasi atau perjanjian, berarti berbagai hidup; minum darah atau mengoleskan darah pada tubuh berarti meningkatkan sifat-sifat yang menghidupkan; mencurahkan darah ke tanah adalah suatu cara untuk menyuburkan tanah demi menjaga kelestarian keseimbangan hidup. Darah seekor binatang harus ditumpahkan ketika seorang anak dilahirkan ke dalam dunia; kehilangan darah berarti kehilangan hidup. Dalam tradisi kristen, lukisan di taman Getsemani, ketika Yesus "makin sungguh-sungguh berdoa. Piluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah".
      Darah ditegaskan yaitu penghubung yang paling hidup dan dramatis antara kehidupan dan kematian. Simbolisme darah berkaitan erat dengan simbolisme kurban. Tertulianus menafsirkan teologi kristen yang memandang Kristus sebagai pengganti yang mati demi orang berdosa dan jasa-jasa-Nya sama sekali menutup kejelekan-kejelekan bangsa manusia yang berdosa. Anselmus dan Calvin memandang kurban Kristus sebagai jasa atau sebagai hukuman. Karena telah dipersembahkan sebagai kurban untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Maka, kurban harus dipandang sebagai pepulih yang sepadan dan memuaskan untuk kesalahan seluruh bangsa manusia.
     Dalam konteks hukum kodrat, kurban dipandang sebagai cara untuk memulihkan ekuilibrium dan menuju hidup baru. Kurban adalah pembunuhan. Pembunuhan yang dipandang bukan mau tak mau sebagai pengakhiran yang negatif melainkan sebagai pendahuluan gelap yang menuju hidup baru dan lebih baik. Dalam tradisi kristen, kurban Kristus telah dihubungkan secara istimewa dengan meninggalkan dunia dan darah Kristus dengan memurnikan diri. Melalui kurban, Kristus mati bagi ringkusan daya kekuatan setan, bagi kekuatan-kekuatan hukum, bagi dunia yang berdosa, dan bagi setiap manifestasi kejahatan di dalam dunia sebelum Ia bangkit dan kembali ke dalam hidup yang baru.