2. Harfiah dan Simbolis
     Simbol mempersatukan atau menggabungkan suatu segi pengalaman manusia yang sudah dikenal baik dengan apa yang mengatasi pengalaman itu maupun pengungkapannya. Dengan kata-kata yang lebih umum, sebuah simbol menghubungkan usaha pencaharian manusia dengan realitas yang lebih besar, bahkan yang tertinggi.Â
    Kata harfiah mengacu pertama-tama kepada dunia bahasa dan tulisan, tetapi hal ini telah mengambil peranan yang ambigu. Di Israel, "harfiah" tidak berubah senantiasa mendapat tantangan dari para Nabi yang memaklumkan lewat cerita-cerita dan tindakan-tindakan dramatis bahwa Allah tidak diikat baik oleh menifestasi-manifestasi terdahulu maupun oleh pengharapan-pengharapan sekarang ini.
Sementara di Yunani, "harfiah" di tantang oleh penyelidikan para filsuf yang menyatakan bahwa hanya lewat dialektika tanya-jawablah dapat diadakan pendekatan terhadap arti yang sebenarnya dari pengalaman manusia. Ungkapan lain yaitu "rumusan ilmiah" yang sejajar dengan Edwyn Bevan, dalam bukunya Symbolism and belief, adalah pembedaan antara bahasa yang secara harfiah cocok dengan peristiwa-peristiwa yang mempergunakan laporan-laporan peristiwa di dunia ini untuk menunjukkan kepada dunia yang lain, dunia yang mengatasi segala keterbatasan manusiawi dan duniawi, yang tindakan-tindakannya tidak pernah dapat diwakili dengan setepatnya oleh bahasa manusia.
     Garis perbedaan harus ditarik antara apa yang harfiah dan apa yang simbolis, antara fakta dan kesaksian manusiawi mengenai fakta. Di satu pihak, mite, fiksi, puisi yang menyampaikan semacam arti simbolis; di lain pihak, fakta, bentuk historis yang defenitif, catatan atau rekaman harfiah tentang "apa yang sungguh-sungguh terjadi.
     Dalam makalah The Meaning of the word literal oleh Owen Barfield mengklaim paragraph pembukaan dalam buku Symbolism and Belief oleh Edwyn Bevan yaitu "Ada alasan yang baik untuk percaya bahwa bahasa yang telah digunakan manusia dalam berbicara tentang pengada tak terlihat, yang mereka sembah, mula-mula dimaksudkan berarti harfiah".
Barfield mengemukakan bahwa bahasa pada mulanya lahir melalui pengalaman manusia akan hubungan dengan lingkungan disekitarnya. Kata-kata itu sendiri merupakan refleksi manusia tentang dan hubungan manusia dengan bagian-bagian lainnya dalam keseluruhan lingkungan seseorang. Kata-kata itu bersifat simbolis, figurative, dan rasional. Kemuadian kata-kata itu dijadikan harfiah, yaitu dijadikan alat-alat lahir untuk menentukan apa yang ada pada mulanya belum ditentukan tetapi hanya diungkapkan secara spontan dan imaginatif melalui ujaran simbolis.
     Tujuan makalh Barfield ialah menegaskan bahwa keharfiahan itu merupakan perkembangan yang baru timbul dikemudian hari dalam sejarah bahasa. Keharfiahan adalah hasil hasrat keinginan manusia akan tata tertip dan sifat tetap yang tentu saja mempunyai tempat yang sah dalam masyarakat dan yang telah mendatangkan banyak sekali manfaat bagi bangsa manusia. Timbul masalah bahwa hidup berjalan terus, temuan-temuan baru muncul, media komunikasi mempengaruhi perubahan hubungan masyarakat dan dengan demikian penerapan seperangkat hukum secara harfiah, yakni dengan kecocokan setepatnya antara bentuk tertulis dan situasi khusus menjadi problematis.
     Menurut kepercayaan Barfield, simbolis menuju harfiah dan kemudian kembali kepada simbolis. Dalam pandangannya, kita tidak dapat membuang apa yang harfiah sama sekali, sekurang-kurangnya apa yang dekat dengan harfiah. Selama gerakan menuju bersama, gerakan ini memainkan peranan yang sangat diperlukan dalam mengatur hubungan manusia. Akan tetapi, kalau kemudian disimpulkan bahwa yang-harfiah adalah cita-cita yang harus dikejar dengan segera daya upaya, maka apa yang sungguh manusiawi menjadi merosot nilainya.
3.1 Tubuh dan Makanan