Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Ada Tempat Aman di Gaza

8 November 2023   09:57 Diperbarui: 8 November 2023   09:58 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: freepik.com

Perang di Gaza sudah berlangsung lebih dari sebulan, korban jiwa pun menyentuh angka 10.000 jiwa di pihak Palestina dan kemungkinan besar perang masih akan berlanjut dengan eskalasi yang akan terus meningkat. Terbaru, justru serangan Israel yang semakin membabi-buta, menyasar fasilitas-fasiltas umum penting yang ada di Gaza termasuk diantaranya adalah Rumah Sakit dan sektor Energi.  

Alasan Terjadinya Perang

Blokade Jalur Gaza adalah blokade darat, udara dan laut Jalur gaza yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir pada 2007, setelah Hamas memegang kendali atas Jalur Gaza pada Pertempuran Gaza, merebut lembaga-lembaga pemerintahan dan menggantikan Fatah dan para pejabat Otoritas Palestina lainnya dengan para anggota Hamas. Hal ini yang disinyalir menjadi pemicu utama selain perusakan dan kesewenang-wenangan Zionis terhadap Masjid Al-Aqsa.

Blokade ini menghambat pergerakan barang dan orang, dan memberikan dampak serius terhadap kehidupan sehari-hari penduduk Gaza. Kebrutalan dan situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza telah menyulut kemarahan di seluruh dunia. Terutama, warga sipil, termasuk anak-anak, telah menjadi korban utama dalam konflik ini, dan mereka menderita akibat pembatasan akses terhadap makanan, obat-obatan, dan layanan medis yang sangat dibutuhkan.

Khaled Qadomi, juru bicara Hamas, menjelaskan bahwa tindakan kelompoknya merupakan respons atas apa yang mereka anggap sebagai kekejaman yang telah dialami warga Palestina selama berdekade-dekade. Konflik yang berkepanjangan di wilayah tersebut telah meninggalkan bekas luka yang mendalam dalam masyarakat Palestina.


Selain Blokade Jalur Gaza, serangan Israel di sekitar Masjid Al-Aqsa, salah satu tempat suci bagi umat Islam, telah menjadi pemicu ketegangan dan unjuk rasa di seluruh wilayah tersebut. Masjid Al-Aqsa telah menjadi simbol penting dalam konflik Israel-Palestina, dan setiap insiden di sekitarnya dapat memicu reaksi keras.


Kondisi Sebulan setelah "Operasi Banjir Al-Aqsa"

Meski perang terjadi antara dua pihak, yakni Hamas dan Israel, kerugian paling besar diderita oleh Palestina karena ketidakseimbangan yang terjadi. Lebih dari 10.000 warga Palestina telah tewas akibat serangan berat oleh tentara Israel di Jalur Gaza yang terkepung sejak 7 Oktober, melalui serangan udara dan artileri yang hebat. Dari jumlah tersebut, lebih dari 4.000 anak-anak dan 2.550 perempuan menjadi korban. Sedangkan sekitar 24.800 orang lainnya, termasuk 10.000 anak-anak, mengalami luka-luka. Sebanyak 1,5 juta orang, atau sekitar 60 persen dari populasi, terpaksa mengungsi dari rumah mereka dalam upaya untuk menyelamatkan diri, dengan sebagian besar di antara mereka tewas saat berlindung di rumah sakit, sekolah, dan kamp-kamp pengungsi.

Selain serangan di Jalur Gaza, Israel dan para penduduk pemukim Israel secara bersamaan meningkatkan serangan terhadap warga Palestina di luar wilayah tersebut. Hari Selasa menjadi bulan yang ke-1 sejak Israel meluncurkan serangannya terhadap Gaza. Terdapat seruan yang semakin kuat untuk gencatan senjata karena jumlah kematian di Gaza telah melampaui 10.000 orang. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, setidaknya 2.660 orang dinyatakan hilang. Tindakan militer Israel ini terjadi setelah serangan mematikan oleh kelompok bersenjata Hamas yang menewaskan lebih dari 1.400 orang di Israel pada tanggal 7 Oktober.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada hari Senin menolak seruan untuk gencatan senjata sampai lebih dari 200 warga Israel yang ditawan oleh Hamas dibebaskan. Dalam sebuah wawancara dengan media barat, ia juga mengusulkan bahwa Israel akan mengelola keamanan Gaza jauh setelah berakhirnya perang dengan Hamas.

Pernyataan yang sangat mengerikan, karena mengelola keamanan Gaza bisa berarti pengambilalihan wilayah tersebut secara terang-terangan. Pengusiran secara perlahan dan pengekangan terhadap hidup mereka yang tinggal di sana, yang selalu ditutup-tutupi media barat, juga akan menjadi keseharian yang tidak bisa dielakkan. Israel akan menjadikan wilayah Gaza semakin menyempit.

Tidak Ada Tempat Aman di Gaza

Israel telah meningkatkan serangannya di Gaza, yang menyebabkan hancurnya sejumlah rumah sakit. Sejumlah ruangan jebol imbas serangan jet-jet tempur di Kompleks Medis Nasser dan mengakibatkan delapan orang tewas dan lainnya luka. Kompleks Medis ini terdiri dari empat rumah sakit, yakni RS anak Al-Nasser, RS khusus Rantisi, RS mata dan RS Jiwa.

Salah satu insiden paling signifikan terjadi di Rumah Sakit Al-Shifa, fasilitas medis terbesar di Gaza. Sistem panel surya rumah sakit, yang memberikan pasokan energi penting selama pemadaman listrik, disasar secara sengaja. Serangan ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait kemampuan rumah sakit untuk berfungsi secara efektif, karena pasokan energinya terganggu parah.

Saluran komunikasi pun sudah diputus pada 5 November 2023, yang mencakup jaringan telepon dan internet. Komunikasi yang masih mungkin antara lain komunikasi dengan satelit seperti yang dilakukan oleh para wartawan yang bertugas di sana.

Ada cerita yang cukup menyedihkan dari jurnalis di Gaza yang bertugas, mereka bahkan merasa bahwa sudah tidak ada lagi tempat yang aman di sana. Rekan-rekan sesama jurnalis juga turut menjadi sasaran serangan ganas Israel yang semakin membabi buta. Ia merasa jika tanda dan tulisan yang menandakan bahwa ia adalah jurnalis tidak lagi berguna di sana. Ia bahkan mengatakan "Tidak ada tempat aman di Gaza, bahkan untuk jurnalis, kehidupan di gaza hanya soal waktu..."

Kemungkinan Eskalasi atau Gencatan Senjata

Eskalasi perang bisa terus membesar, namun yang pasti eskalasi itu akan berdampak kerugian yang lebih besar pula bagi Gaza dan Palestina. Wilayahnya yang berada di ujung barat daya akan terus mengalami kerusakan akibat invasi agresif militer Israel. Namun demikian, kepentingan politik, yang berasal dari luar, yakni Rusia dan Korea Utara semakin menambah potensi membesarnya perang yang sedang terjadi.

Selain pejuang Houthi dan Hizbullah yang selalu memberikan dukungan aktif kepada Hamas, negara-negara Islam lainnya juga turut memberikan dukungan kepada Palestina. Pemerintah Indonesia sendiri ikut aktif memberikan bantuan yakni berupa Kapal Rumah Sakit TNI sebagai bagian dari bantuan kemanusiaan, membantu warga Palestina di sana yang notabene kehilangan tempat tinggal dan fasilitas kesehatan. Israel sendiri menuduh RS Indonesia di Palestina digunakan oleh para pejuang Hamas sebagai tempat bersembunyi.

Opsi gencatan senjata selalu menjadi pilihan setelah beberapa lama perang berlangsung, seperti sebelum-sebelumnya di Gaza. Akan tetapi hancurnya berbagai fasilitas di Palestina tidak akan bisa pulih dengan cepat begitu saja. Apalagi Israel sejak lama sudah mendambakan supaya seluruh wilayah Palestina menjadi bagian dari Israel Raya.

Sampai kapan perang berat sebelah yang tak pernah adil di Gaza ini akan berakhir? Yang lebih penting lagi apa kontribusi kita sebagai manusia yang dulu pernah dijajah oleh asing untuk menjaga kemerdekaan berbangsa dan bernegara?

Sumber:  Al-jazeera dan berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun