Dalam kasus ini Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Desember 2024 atas dugaan suap terkait Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku. Ia divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Juli 2025 karena terbukti memberi suap sebesar Rp400 juta. Namun hakim menyatakan dakwaan perintangan penyidikan tidak terbukti. Pada Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto, setelah DPR memberikan persetujuan atas Surat Presiden tentang amnesti, membebaskan Hasto dari hukuman penjara.
1. Kewenangan Presiden dan Legitimasi Konstitusional
Menurut Pasal14 ayat (2) UUD 1945 dan UU No.11 Tahun 1954, Presiden memiliki wewenang memberikan amnesti, asalkan DPR menyetujui. Dalam kasus Hasto, DPR telah menyetujui secara resmi permohonan amnesti tersebut melalui rapat paripurnaAntara NewsKompas.tvANTARA News. Menteri Hukum dan HAM menyatakan amnesti ditandatangani sesuai prosedur hukum positif.
2. Aspek Prosedural vs Substansial
Secara prosedural, langkah ini sah, namun dari sudut keadilan substantif timbul pertanyaan kritis. Amnesti diberikan pada kasus korupsi politik tingkat tinggi, menimbulkan kecemasan akan rule by law ketimbang rule of law --- hukum dipakai sebagai alat politik bukan instrumen keadilan sejati. Hal ini dikhawatirkan sulit ditepis sebagai preseden impunitas terhadap elite politik di masa mendatang.
3. Kritik Eks Penyidik KPK terhadap Amnesti
Praswad Nugraha, mantan penyidik KPK, menilai pemberian amnesti kepada Hasto adalah bentuk perlindungan terhadap koruptor dan penyelundupan konstitusi, yang berpotensi melanggar Pasal7A UUD 1945 dan mencederai sumpah jabatan Presiden. Ia menyebut langkah ini berpotensi dilegitimasi sebagai "impunitas politik" serta preseden negatif yang membiarkan koruptor memperoleh perlindungan politik.
4. KPK dan DPR Mempertahankan Legalitas Formal
Ketua dan juru bicara KPK menyatakan bahwa pemberian amnesti adalah kewenangan presiden yang sah dan akan dipelajari dampaknya terhadap penegakan hukum. Komisi III DPR menyatakan bahwa amnesti tidak sama dengan intervensi fungsi hukum, melainkan pengambilalihan penyelesaian hukum-politik secara konstitusionalANTARA NewsAntara News. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco juga menekankan amnesti diambil dengan pertimbangan transparansi, akuntabilitas, serta kepentingan umum demi stabilitas politik.
5. Dampak Terhadap Independensi Penegakan Hukum
Meskipun amnesti membebaskan hukuman, status hukum tetap tercatat---namun hal ini melemahkan efek jera dan kredibilitas lembaga penegak hukum. Langkah ini dikhawatirkan melemahkan persepsi publik terhadap ketegasan penegakan hukum terhadap elit politik. Pandangan independen menyebut keputusan ini dipandang sebagai "barter politik" antara eksekutif dan legislatif, bukan hasil evaluasi hukum murniReutersMedia Indonesia.
6. Prinsip-Prinsip Hukum yang Tertantang
Nullum crimen sine lege: amnesti tidak menghapus hukuman formal, tetapi preseden membebaskan terpidana politik tanpa analisis substansial yang adil bisa melemahkan asas ini.
Equality before the law: memberikan amnesti kepada elite politik menimbulkan ketidaksetaraan dalam perlakuan hukum, memicu skeptisisme publik.
Presumption of innocence tetap diabaikan karena proses hukum sudah lengkap, namun amnesti meniadakan rasa keadilan substantif.
Aspek proporsionalitas dan proporsional justice dalam hukum pidana juga terancam tergantikan oleh pertimbangan politik.
Opini Hukum Pribadi
Dalam rangka menghormati prosedur konstitusional, amnesti Hasto Kristiyanto sah secara hukum formal. Namun jika dilihat dari perspektif keadilan substantif dan moral hukum, pemberian amnesti terhadap kasus korupsi politik tinggi seperti ini berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap rule of law. Dalam konteks prioritas hukum sebagai ultima ratio, amnesti seharusnya menjadi jalan terakhir jika sistem peradilan dianggap gagal menjamin proses obyektif dan substansial---not solusi utama yang meminggirkan verifikasi fakta dan pembuktian niat jahat (mens rea).
Rekomendasi Ke Depan
DPR perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap skema amnesti agar tidak dipandang sebagai jalur pengampunan politik. Sebaliknya KPK harus menjadikan kasus ini momentum memperkuat prosedur penetapan tersangka, menyertakan penjelasan atas pertimbangan hukum dan politik. Publik dan akademisi harus turut mengawal transparansi pemberian amnesti agar keadilan hukum tetap menjadi pijakan utama demokrasi konstitusional. Tanpa itu, keputusan ini berpotensi menjadi preseden buruk yang memperlemah kewibawaan hukum di mata masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI