Mohon tunggu...
Regen wantalangi
Regen wantalangi Mohon Tunggu... Penulis - dalam hening ada renung

si tou timou tu mou tou

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Filosofi Minahasa

27 Maret 2020   11:52 Diperbarui: 28 Mei 2020   11:15 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "apa kabar mner Deker Sam?" kata Arnol,

 "baik sangat baik, dia masih seperti dulu, mistarnya tidak perna lepas saat mengajar" kata Sam sembari mengulurkan dan menggambarkan tangan yang selalu memukul dengan mistar sewaktu sekolah dulu. "em.. rindukah kamu pada mner?" tanya Sam.

dengan senandung lirik kalimat yang nadanya pelan dan tak beraturan dilantunkan Sam "emm aku rindu sama pelajarannya Sam, aku rindu ilmu" dengan tidak menghiraukan sapa canda yang dilantunkan Sam, Arnol menjawab tak kuasa.

Oh betapa mereka saling berpelukan dan menangis sangat kencang sehingga tidak menghiraukan lagi situasi dan keadaan mereka yang dalam persembunyian itu, teman-teman Arnol yang lain berusaha membujuk dan menguatkan mereka berdua.

Masuklah Sam di kampung Wowo, akhirnya bertemu dengan om Utu sahabat dari ayahnya dan menceritakan apa yang telah terjadi sepanjang perjalanannya untuk membawa rantang kepada om Utu. Sebenarnya rantang yang berisikan umbi-umbian itu sangatlah tidak masuk akal, karena dipegunungan ada banyak ubi-ubi dan orang di kampung Wowo tidak akan mati kelaparan karena cukup banyak ubi yang ditanam mereka.

Sam sebenarnya cukup heran dengan hal itu. Sehingga bertanya kepada om Utu bahkan menyimpan sedikit malu berkata "om Utu maaf ya, mungkin papa tidak tahu kalau warga disini pun menanam umbi-umbian, kalau tahu mungkin yang disuru bawa itu beras atau pun makanan lain"

Namun Sam mendapatkan penjelasan dari om Utu, Sam baru mengerti. Om Utu menjelaskan bahwa rantang sejatinya melambangkan benteng atau perlindungan, sedangkan umbi-umbian melambangkan kesuburan atau kebebasan. Dengan demikian om utu menyimpulkan bahwa rantang yang berisi ubi adalah pesan bagi orang-orang yang berada di kampung Wowo, Yang mengisyaratkan bahwa situasi keadaan di Tondano sudah kembali aman orang di kampung Wowo sudah dapat kembali untuk menata dan membangun kembali apa yang telah dirusakan Belanda dua tahun silam.

Setelah makan bersama-sama denga warga yang ada dalam persembunyian itu, Sam memperhatikan betapa mereka hidup rukun dan damai walaupun mereka hidup di hutan dan dikejar-kejar oleh Belanda. Dengan diterangi oleh rembulan dan lolouren (bulan dan bintang) acara jamuan makan dilakukan, ada larangan tidak bole menyalakan api ketika dalam persembunyian.

Malam pun berlalu, pagi hari telah tiba. Sam sambil melihat matahari terbit persis disebelah timur batu besar tempat dimana dia duduk, merenungkan kembali kejadian kemarin, betapa demi membawa pesan yang bentuknya rahasia dan penuh dengan simbol itu seorang harus merenggut nyawanya demi pesan itu tersampaikan, Sam masih bertanya-tanya kenapa dia yang diutus oleh ayahnya datang ke kampung Wowo ini, beberapa jam berlalu dia tetap merenung dan tiba-tiba dia mengerti maksud kenapa ayahnya mengutusnya adalah agar supaya warga yang berada di kampung Wowo percaya dengan pesan yang disampaikan ayahnya itu. Sam tersenyum dan penuh tanda-tanya merenung dan menyimpulkan bahwa ternyata rantang dan ubi tidak cukup untuk meyakinkan warga kampung Wowo tetapi harus dengan kehadiran seseorang yang dapat dipercaya.

Namun sebenarnya yang dimaksud ayahnya menyuruh Sam pergi bukan seperti yang disimpulkannya itu tetapi supaya Sam mengetahui keadaan diluar seperti apa dan bagaimana hidung belang itu memperlakukan pribumi dan seperti apa keindahan negerinya dan betapa berharganya negerinya itu sehingga harus diperjuangkan kembali. Walaun Sam belum berpikir sampai disini setidaknya Sam sudah ditanamkan jiwa nasionalis oleh almarhum om Alo yang adalah seorang pejuang negeri.

Dalam perjalanan pulang Sam dan seenteru warga yang ada di kampung Wowo berjalan dengan tapak kaki yang telanjang, untuk memaknai perjuangan yang telah dilakukan oleh om Alo dan adalah wujud dari rasa kehilangan mereka kepadanya, sara berduka itulah yang dihayati mereka. Sam dan segerombolan warga yang baru keluar dari persembunyian hampir dua tahun lamanya itu merasa takut dan berjaga jangan-jangan Belanda berada di pedesaan dan mengetahui pergerakan Warga Wowo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun