Yang dipanggil menoleh, tersenyum. Tangannya penuh buku sehingga tak bisa melambaikan tangan seperti yang biasa ia lakukan. Kemeja kuning pastel dan rok kain linen berwarna putih tulang menyatu dengan kulit putihnya. Rambutnya hanya dicepol menggunakan jedai. Bahkan sepertinya belum kering sempurna setelah dikeramas. Gio sudah hafal jika penampilan rambutnya seperti itu, maka Dinar habis begadang dan sedang banyak sekali yang dia kerjakan.
"Bawa buku banyak amat," tegur Gio setelah mereka sampai di lantai 3. Tangan kekarnya gesit mengambil buku dari tangan mungil Dinar.
"Bagi dua aja sini," kata Dinar meminta buku-buku itu kembali separuhnya ke tangan dia.
"Nggak usah."
Dinar hanya mengerucutkan bibir.
Sesampainya di kelas, Gio segera duduk di belakang Dinar yang sudah langsung asyik mengobrol dengan Eca. Saking serunya mengobrol, Dinar tak sengaja menyenggol botol minum yang belum ia tutup sempurna di mejanya. Tumpah, membasahi meja, tapi tak smpai ke lantai. Ia bergegas membuka pouch mencari sesuatu. Eca segera memberikan tisu.
"Pakai tisu aja, nih."
"Thank you. Tapi di mana ya sapu tanganku?"
"Sapu tangan yang merah muda itu?"
"Iya."
"Yang dari cinta pertamamu?"