Nayla terkejut. Wajahnya memucat. "Tania... aku nggak punya maksud apa-apa. Aku bahkan nggak ingat semua kenangan kami."
Tania berdiri. Tatapannya berubah dingin. "Kamu mungkin nggak inget, tapi dia inget semuanya. Dan itu cukup buat bikin aku takut."
Ia pergi meninggalkan Nayla dalam diam. Seketika, jantung Nayla berdegup lebih cepat. Ada rasa bersalah yang ia sendiri tak paham asalnya.
Sementara itu, Raka bertemu dengan seorang wanita tua yang tak sengaja ia temui di taman rumah sakit. Wanita itu memandangi wajah Raka lama, lalu berkata, "Kamu dulu anak kecil yang pernah jatuh di depan toko obat, kan? Waktu itu ada anak perempuan yang bantu kamu... namanya Nayla."
Raka menegang. "Apa? Siapa Bu?"
"Namanya Nayla. Dia dulu anak kecil yang nggak peduli bajunya kotor demi nolongin kamu."
Raka tercekat. Ingatannya melayang jauh ke masa kecil. Sebuah momen yang selama ini ia pikir hanyalah mimpi. Seorang gadis kecil dengan pita merah menolongnya saat ia terluka karena dikejar anjing.
Dan itu Nayla.
Malam itu, Raka menatap wajah Nayla yang tertidur. Ada campuran rasa haru, terima kasih, dan cinta yang ia sendiri tak bisa jelaskan. Ia menggenggam tangan Nayla, menahan gemetar di dadanya.
"Ternyata kamu... sudah jadi penyelamatku bahkan sebelum aku mengenalmu."
Beberapa hari kemudian, Raka membuat keputusan besar. Ia mendatangi Tania di caf tempat mereka biasa bertemu.