"Tan, tolong jangan kayak gini..."
Tania terisak, lalu mematikan sambungan. Raka menatap layar ponselnya lama. Ia tahu, ini akan jadi lebih rumit dari yang ia bayangkan.
Keesokan harinya, Nayla memberanikan diri bicara soal keluarganya ke Raka.
"Ka, aku nggak minta banyak... tapi kalau suatu saat aku harus keluar dari rumah sakit ini karena biaya... kamu jangan kasihanin aku ya."
Raka menatapnya. "Nay... kamu tahu nggak, aku nggak akan pernah kasihanin kamu. Karena kamu adalah orang paling kuat yang aku kenal."
Nayla hanya tersenyum tipis, tapi senyum itu menyimpan berjuta kegelisahan.
---
Hari itu, Tania datang tanpa pemberitahuan ke rumah sakit. Ia membawa sekotak makanan dan wajah yang disulap ramah. Tapi tatapan matanya menyimpan sesuatu.
"Nayla... kamu kelihatan lebih segar ya," katanya sambil duduk di kursi dekat tempat tidur Nayla.
"Terima kasih, Tan. Aku juga bersyukur punya teman seperti kamu dan Raka."
Tania tersenyum, lalu menggenggam tangan Nayla. "Aku sama Raka udah lama bareng. Tapi belakangan dia berubah. Aku tahu, ini pasti karena kamu."