Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

🎓Education: Law 🏤Classified as Middle–Upper Class in Indonesia, with assets ranging from US$169,420–1 million (approx. Rp 2.64–16 billion), based on CNBC criteria. 🏧Among the top 0.001% of Indonesians with an annual income of Rp 300–500 million (SPT 1770 S 2024) 👔Career: Employee at Giant Holding Company (since Feb 2004–Present), side job as Independent Property-Asset Management Consultant 📲Volunteer Work: Previously engaged with BaraJP, Kawal Pemilu, as well as the Prabowo–Sandi and Anies–Muhaimin campaign teams. ⚖️Note: I only connect with writers who focus on ideas and ideals, not those who are obsessed with K-Rewards.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Logika | Filsafat Hukum Episode 8: Positivisme Hukum

4 Oktober 2025   10:23 Diperbarui: 4 Oktober 2025   11:58 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, teorinya juga menghadapi kritik. Banyak negara masih menolak subordinasi hukum nasional pada hukum internasional. Realitas politik menunjukkan bahwa kekuatan militer dan ekonomi sering lebih menentukan daripada norma hukum. Meski demikian, Kelsen tetap memberikan fondasi konseptual bagi hukum internasional modern, khususnya dalam lembaga seperti International Criminal Court (ICC).

III.4. Kritik terhadap Kelsen

III.4.1. Apakah Grundnorm itu Fiksi Metafisik?

Konsep Grundnorm sering dikritik sebagai fiksi metafisik yang justru bertentangan dengan ambisi Kelsen untuk membuat ilmu hukum “murni”. Para kritikus, seperti H.L.A. Hart, berargumen bahwa validitas hukum tidak membutuhkan norma dasar yang dipresuposisikan, tetapi cukup dijelaskan melalui praktik sosial pengakuan (rule of recognition). Dengan kata lain, Grundnorm dianggap abstraksi yang tidak perlu.

Bagi pendukung Kelsen, Grundnorm memang fiksi, tetapi fiksi yang berguna. Ia berfungsi sebagai postulat metodologis, bukan kenyataan empiris. Namun, kritik ini tetap melemahkan klaim “kemurnian” teori Kelsen.

III.4.2. Kesulitan Menjelaskan Dinamika Sosial Hukum 

Kritik lain menyoroti ketidakmampuan teori Kelsen menjelaskan dinamika sosial. Dengan fokus pada validitas normatif, teori ini mengabaikan bagaimana hukum berfungsi dalam praktik, termasuk faktor ekonomi, politik, dan budaya.

Misalnya, keberlakuan hukum sering dipengaruhi oleh kepatuhan masyarakat, legitimasi politik, atau struktur kekuasaan. Semua ini sulit dijelaskan hanya dengan konsep normatif. Oleh karena itu, banyak sarjana menyebut teori Kelsen steril dan ahistoris.

III.5. Relevansi Kelsen Hari Ini: Hukum Konstitusi, ICC, Hukum Internasional

Meskipun dikritik, teori Kelsen tetap relevan dalam beberapa bidang hukum kontemporer.

  • Hukum Konstitusi: pemikiran Kelsen tentang hierarki norma sangat berpengaruh dalam desain pengadilan konstitusi. Model Mahkamah Konstitusi Austria (1920), yang dirancang Kelsen, menjadi prototipe bagi banyak negara. Konsep supremasi konstitusi, judicial review, dan invaliditas norma yang bertentangan, semuanya berakar pada pemikiran Kelsen.
  • Hukum Internasional: dalam era globalisasi, hukum internasional semakin penting. Gagasan Kelsen bahwa hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional menjadi relevan dalam kasus ICC, pengadilan HAM regional, maupun hukum perdagangan global. Meski tidak semua negara menerima supremasi ini, prinsip-prinsip dasar seperti jus cogens dan kewajiban erga omnes mendekati kerangka Kelsenian.
  • ICC dan Pengadilan Global: Kelsen membayangkan pengadilan dunia untuk menjamin perdamaian. ICC, meski terbatas, mewujudkan sebagian visi ini. Pemikiran bahwa kejahatan seperti genosida dan kejahatan perang tunduk pada yurisdiksi global adalah realisasi praktis gagasan Kelsen tentang hukum internasional sebagai norma tertinggi.
  • Relevansi Akademis: dalam pendidikan hukum, Pure Theory tetap menjadi rujukan penting untuk memahami sifat normatif hukum. Meskipun Hart, Dworkin, dan teori kritis menawarkan alternatif, Kelsen tetap dianggap tonggak utama positivisme normatif.

Dengan demikian, meskipun tidak sempurna, teori Kelsen masih membekali kita kerangka analisis yang berguna untuk menghadapi tantangan hukum konstitusi, internasional, dan globalisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun