Namun, teorinya juga menghadapi kritik. Banyak negara masih menolak subordinasi hukum nasional pada hukum internasional. Realitas politik menunjukkan bahwa kekuatan militer dan ekonomi sering lebih menentukan daripada norma hukum. Meski demikian, Kelsen tetap memberikan fondasi konseptual bagi hukum internasional modern, khususnya dalam lembaga seperti International Criminal Court (ICC).
III.4. Kritik terhadap Kelsen
III.4.1. Apakah Grundnorm itu Fiksi Metafisik?
Konsep Grundnorm sering dikritik sebagai fiksi metafisik yang justru bertentangan dengan ambisi Kelsen untuk membuat ilmu hukum “murni”. Para kritikus, seperti H.L.A. Hart, berargumen bahwa validitas hukum tidak membutuhkan norma dasar yang dipresuposisikan, tetapi cukup dijelaskan melalui praktik sosial pengakuan (rule of recognition). Dengan kata lain, Grundnorm dianggap abstraksi yang tidak perlu.
Bagi pendukung Kelsen, Grundnorm memang fiksi, tetapi fiksi yang berguna. Ia berfungsi sebagai postulat metodologis, bukan kenyataan empiris. Namun, kritik ini tetap melemahkan klaim “kemurnian” teori Kelsen.
III.4.2. Kesulitan Menjelaskan Dinamika Sosial Hukum
Kritik lain menyoroti ketidakmampuan teori Kelsen menjelaskan dinamika sosial. Dengan fokus pada validitas normatif, teori ini mengabaikan bagaimana hukum berfungsi dalam praktik, termasuk faktor ekonomi, politik, dan budaya.
Misalnya, keberlakuan hukum sering dipengaruhi oleh kepatuhan masyarakat, legitimasi politik, atau struktur kekuasaan. Semua ini sulit dijelaskan hanya dengan konsep normatif. Oleh karena itu, banyak sarjana menyebut teori Kelsen steril dan ahistoris.
III.5. Relevansi Kelsen Hari Ini: Hukum Konstitusi, ICC, Hukum Internasional
Meskipun dikritik, teori Kelsen tetap relevan dalam beberapa bidang hukum kontemporer.
- Hukum Konstitusi: pemikiran Kelsen tentang hierarki norma sangat berpengaruh dalam desain pengadilan konstitusi. Model Mahkamah Konstitusi Austria (1920), yang dirancang Kelsen, menjadi prototipe bagi banyak negara. Konsep supremasi konstitusi, judicial review, dan invaliditas norma yang bertentangan, semuanya berakar pada pemikiran Kelsen.
- Hukum Internasional: dalam era globalisasi, hukum internasional semakin penting. Gagasan Kelsen bahwa hukum internasional lebih tinggi dari hukum nasional menjadi relevan dalam kasus ICC, pengadilan HAM regional, maupun hukum perdagangan global. Meski tidak semua negara menerima supremasi ini, prinsip-prinsip dasar seperti jus cogens dan kewajiban erga omnes mendekati kerangka Kelsenian.
- ICC dan Pengadilan Global: Kelsen membayangkan pengadilan dunia untuk menjamin perdamaian. ICC, meski terbatas, mewujudkan sebagian visi ini. Pemikiran bahwa kejahatan seperti genosida dan kejahatan perang tunduk pada yurisdiksi global adalah realisasi praktis gagasan Kelsen tentang hukum internasional sebagai norma tertinggi.
- Relevansi Akademis: dalam pendidikan hukum, Pure Theory tetap menjadi rujukan penting untuk memahami sifat normatif hukum. Meskipun Hart, Dworkin, dan teori kritis menawarkan alternatif, Kelsen tetap dianggap tonggak utama positivisme normatif.
Dengan demikian, meskipun tidak sempurna, teori Kelsen masih membekali kita kerangka analisis yang berguna untuk menghadapi tantangan hukum konstitusi, internasional, dan globalisasi.