Sebagai profesor hukum di Wina, Kelsen menjadi arsitek utama Konstitusi Austria 1920. Ia juga terlibat dalam lembaga internasional, termasuk Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan latar ini, Kelsen berupaya merumuskan teori hukum universal yang bebas dari ideologi politik, agama, atau kepentingan nasional. Teorinya, Reine Rechtslehre (Pure Theory of Law), dimaksudkan sebagai jawaban ilmiah atas fragmentasi hukum dan politik pada zamannya.
III.2. Reine Rechtslehre (Pure Theory of Law)
Kelsen memperkenalkan Pure Theory of Law sebagai usaha sistematis untuk memurnikan ilmu hukum dari campur tangan politik, etika, maupun sosiologi. Bagi Kelsen, ilmu hukum harus netral, otonom, dan fokus hanya pada “hukum sebagai hukum”. Ia menyebut pendekatannya “murni” karena menolak reduksi hukum ke dalam bentuk lain, seperti moralitas universal (hukum alam) atau fakta sosial (positivisme sosiologis).
Prinsip dasar teori ini adalah bahwa hukum merupakan sistem norma, bukan sekadar fakta atau perintah. Norma bersifat “sollen” (apa yang seharusnya) dan berbeda dengan kenyataan empiris (“sein”). Dengan demikian, ilmu hukum harus menganalisis struktur dan validitas norma, bukan isi moralnya.
Kelsen juga mengusulkan pemahaman hukum secara hierarkis. Setiap norma memperoleh validitas dari norma yang lebih tinggi, hingga berpuncak pada suatu norma dasar (Grundnorm) yang dipresuposisikan. Pendekatan ini menggabungkan ketelitian analitis dengan inspirasi neokantian: hukum sebagai konstruksi normatif yang otonom.
Teori ini memungkinkan analisis hukum yang universal. Misalnya, hukum pidana, perdata, maupun konstitusional dapat dipahami dalam kerangka sistem normatif yang sama. Selain itu, teori Kelsen memberi jalan bagi pemikiran hukum internasional sebagai sistem yang sah secara normatif, terlepas dari kedaulatan negara tertentu.
Dengan Pure Theory, Kelsen ingin membebaskan hukum dari “kontaminasi” ideologi. Menurutnya, hukum bukanlah soal keadilan absolut, melainkan soal validitas formal dalam sebuah sistem. Inilah yang membedakan Kelsen dari pendahulunya seperti Austin dan Bentham, sekaligus membuka jalan bagi teori hukum modern yang lebih abstrak dan normatif.
III.2.1. Pemisahan Hukum dari Politik, Moral, dan Sosiologi
Bagi Kelsen, hukum harus dipahami secara “murni”, artinya dilepaskan dari politik, moral, dan sosiologi. Politik hanya menjelaskan siapa yang membuat hukum, tetapi bukan hakikat hukum itu sendiri. Moralitas berhubungan dengan keadilan, tetapi keadilan adalah nilai relatif, bukan syarat validitas hukum. Sosiologi hukum berguna untuk menjelaskan perilaku masyarakat, tetapi tidak bisa menjelaskan keberlakuan normatif hukum.
Dengan pemisahan ini, Kelsen berusaha menjaga ilmu hukum sebagai disiplin otonom, bebas dari klaim ideologis. Misalnya, seorang hakim tidak boleh menilai undang-undang berdasarkan moralitas pribadi, melainkan berdasarkan kedudukannya dalam hierarki norma. Pemurnian ini menjadikan hukum dapat dipelajari secara ilmiah dan netral, sebuah cita-cita yang sejalan dengan semangat positivisme ilmiah abad ke-20.
III.2.2. Hukum sebagai Sistem Norma Hierarkis