Kesimpulan: Zig-Zag sebagai Seni Kuasa
Jejak politik Prabowo adalah cerminan strategi zig-zag:
- Merangkul PDIP tapi sekaligus mengikis pengaruhnya,
- Menyingkirkan orang dekat Jokowi tapi memberi hadiah legacy IKN
- Mengurangi dominasi Listyo dan jajarannya, tapi tanpa memutus total.
- Memberikan ruang kepada purnawirawan TNI, lalu memojokkan Listyo
- Menarik orang Jokowi, berikan ruang kepada Luhut, yang juga orang JokowiÂ
- Memberikan ruang menantu Luhut berkuasa di TNI, sambil imbangi dengan Menhan-Menkopolhukam
Bagi sebagian orang, strategi ini membingungkan. Namun dalam logika kekuasaan, ini adalah seni. Prabowo belajar dari kekalahan tiga kali pilpres: ia tahu kapan harus tunduk, kapan harus memberi, dan kapan harus mengambil.
Kini pertanyaannya: apakah di usia 75 tahun, dengan peluang hanya satu periode penuh (atau bahkan setengah periode), Prabowo bisa menjaga kendali sampai 2029? Ataukah zig-zag ini justru membuka ruang pertarungan baru di 2027-2028, ketika suksesi dan kepentingan oligarki bertemu di satu panggung?. Atau ini indikasi Prabowo menyiapkan periode kedua agar berjalan mulus,-dengan atau tanpa Gibran (Jokowi)?.
Jawabannya hanya bisa dijawab oleh waktu dan sejarah. Kita cukup mengamati dan berharap mereka berbagi kekuasaan dengan tidak mengorbankan kepentingan rakyat yang lebih besar. Semoga saja..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI