#Kompol Cosmas Kaju Gae #Cosmas Kaju Gae Lindas Affan Kurniawan #Kompol Cosmas Novel Baswedan #Kompol Cosmas Kaju Gae Saksi Kasus Novel Baswedan #Ganasnya Cosmas Kaju Gae
Belajar dari Kompol Cosmas Kaju Gae (Pelindas Affan): Kekuasaan, dan Krisis Etika
Oleh: R. Hady Syahputra Tambunan
Latar belakang pendidikan di bidang hukum, bekerja sebagai karyawan swasta, aktif menulis di media online dengan fokus pada kritik isu politik, sosial, budaya, dan hukum. Terlibat dalam kegiatan kerelawanan politik serta memiliki minat besar pada kajian filsafat
Indonesia menyimpan satu ironi besar: polisi yang seharusnya menjadi pelindung hukum, justru berkali-kali tampil sebagai mesin penghancur hukum itu sendiri. Kepercayaan publik runtuh bukan karena ulah satu dua oknum, melainkan karena serangkaian peristiwa yang membentuk pola-pola nihil etika di tubuh aparat penegak hukum secara berulang-ulangÂ
Dari Novel Baswedan ke Brigadir Joshua
Kita masih ingat penyidik KPK Novel Baswedan, yang disiram air keras seusai salat subuh di Kelapa Gading, April 2017. Publik menuntut keadilan, tapi yang dipajang ke ruang sidang hanya dua eksekutor berpangkat rendah. Aktor intelektualnya hilang, seakan negara sengaja menutup mata.
Lalu tragedi Brigadir Joshua (2022), yang memperlihatkan betapa polisi bisa menembak sesama polisi, kemudian secara sistematis merekayasa fakta. Barang bukti diutak-atik, keterangan dipaksa, media dimanipulasi. Aparat yang seharusnya menegakkan hukum justru mempertontonkan kebohongan besar-besaran.
Ironi berlanjut: polisi membuntuti Jampidsus Kejagung (2023); perwira polisi menembak anggota Propam di Surabaya (2024); hingga anggota Polri yang justru dipecat karena membongkar penimbunan BBM ilegal yang diduga melibatkan petinggi mereka sendiri.
Semua itu menegaskan: krisis etika di tubuh kepolisian bukan insiden acak, melainkan gejala struktural.
Kompol Cosmas Kaju Gae, Affan Kurniawan, dan Bayang-bayang Kasus Novel