Mohon tunggu...
R Hady Syahputra Tambunan
R Hady Syahputra Tambunan Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Pemerhati Politik Sosial Budaya. Pendidikan Bidang Hukum. Pengikut Gerakan Akal Sehat. Ex Relawan BaraJP / KAWAL PEMILU Pembelajar Tanpa Henti

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Logika (Ep-16) | Positivisme: Fakta Ilmiah-Indrawi Anti Metafisika

28 Juli 2025   20:43 Diperbarui: 4 Agustus 2025   18:59 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abad ke-18 membawa Pencerahan (Enlightenment). Rasionalisme dan empirisme bersaing, tetapi keduanya berkontribusi pada lahirnya ilmu pengetahuan modern. Di tengah ini, Auguste Comte pada awal abad ke-19 memadukan semangat empirisme Bacon-Hume dengan kebutuhan akan teori sosial. Cours de Philosophie Positive (1830-1842) menjadi tonggak kelahiran positivisme sebagai filsafat resmi.

Pada periode ini pula, positivisme menyebar ke bidang hukum (Bentham, Mill) dan sosiologi (Durkheim). Hukum dan ilmu sosial diperlakukan sebagai ilmu eksakta: harus berdasarkan fakta, bebas dari metafisika dan moralitas yang tidak teruji.

4.5. Abad ke-20: Kritikan ke Positivisme Logis

Abad ke-20 menyaksikan kelahiran Lingkaran Wina (Vienna Circle) yang melahirkan logical positivism. Moritz Schlick, Rudolf Carnap, dan Otto Neurath mempromosikan prinsip verifikasi: pernyataan hanya bermakna jika dapat diverifikasi secara empiris atau bersifat logis-matematis. Mereka juga menolak teologi dan metafisika sebagai "non-sense".

Namun, positivisme logis menghadapi kritik besar. Karl Popper (1902-1994) berargumen bahwa verifikasi tidak memadai; sains maju melalui falsifikasi-kemampuan teori untuk dibantah, bukan diverifikasi. Thomas Kuhn (1922-1996) menambahkan bahwa ilmu pengetahuan berkembang melalui "paradigm shift", bukan akumulasi linear ala Comte.

Meski demikian, metode empiris dan verifikasi tetap mendominasi penelitian ilmiah dan pendidikan. Positivisme tidak lenyap, melainkan bertransformasi menjadi metodologi riset kuantitatif di berbagai disiplin.

4.6. Abad ke-21: Positivisme di Dunia Akademik Global

Hari ini, positivisme tetap menjadi pilar utama pendidikan tinggi. Universitas-universitas ternama seperti Oxford, Cambridge, Harvard, dan Sorbonne menawarkan mata kuliah philosophy of science yang membahas Comte, Hume, Lingkaran Wina, hingga kritik kontemporer. Di Asia, universitas tua seperti al-Azhar, Tokyo, dan Peking University mengajarkan filsafat sains dengan komponen positivistik, meski disesuaikan dengan tradisi lokal.

Positivisme juga menjadi landasan metodologi dalam ilmu sosial, kedokteran, ekonomi, dan ilmu alam. Penelitian berbasis data, eksperimen terkontrol, dan model statistik-semua berakar pada warisan positivisme.

4.7. Ringkasan Abad Perkembangan Positivisme Sebagai Pengetahuan Umum

Sebelum Masehi-5 M: Mesir, Babilonia, India, CinaObservasi praktis (astronomi, kedokteran), belum jadi filsafat sains.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun