Bab 7. Kontribusi Positivisme pada Pendidikan-Sains ModerenÂ
Positivisme, meskipun sering dianggap sebagai aliran filsafat abad ke-19, memiliki pengaruh yang jauh melampaui kerangka teoretisnya. Ia tidak hanya memengaruhi cara manusia memahami pengetahuan, tetapi juga membentuk struktur pendidikan, kebijakan publik, dan kerangka pembangunan peradaban modern. Prinsip utamanya---bahwa pengetahuan harus didasarkan pada observasi, bukti, dan metode ilmiah---menjadi pilar bagi kemajuan institusi pendidikan dan teknologi global.
7.1. Pendidikan Tinggi dan Standarisasi Pengetahuan
Universitas modern pada abad ke-19 dan 20 mengadopsi semangat positivisme dalam kurikulum mereka. Universitas seperti Oxford, Cambridge, Harvard, Sorbonne, dan Universitas Berlin mengembangkan model pendidikan berbasis riset (research-based education) yang mengutamakan metode empiris. Laboratorium sains, pusat riset sosial, dan perpustakaan ilmiah menjadi simbol institusionalisasi pengetahuan.
Metodologi kuantitatif dalam sosiologi, psikologi, ekonomi, dan pendidikan lahir dari semangat positivisme. Mata kuliah metodologi penelitian di hampir semua perguruan tinggi dunia-dari University of Tokyo hingga Universitas Indonesia (UI)-mengajarkan prinsip pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan analisis statistik sebagai standar riset yang sahih.
7.2. Kebijakan Publik dan Administrasi Negara
Positivisme juga mengubah cara pemerintah merumuskan kebijakan. Data empiris mulai digunakan untuk memutuskan program pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pendekatan ini diperkenalkan secara luas oleh tokoh-tokoh seperti Bentham dan Mill, yang menekankan evaluasi kebijakan berdasarkan manfaat terukur, bukan pada tradisi atau doktrin moral semata.
Di abad ke-20, lembaga-lembaga internasional seperti OECD, WHO, dan UNESCO mendorong negara-negara anggota menggunakan indikator empiris untuk menilai kualitas pendidikan, kesehatan, dan pembangunan. Hal ini menandai dominasi metodologi positivistik dalam tata kelola global.
7.3. Ilmu Sosial dan Riset Terapan
Dalam ilmu sosial, kontribusi positivisme terlihat pada pengembangan teknik riset terapan. Studi tentang kriminalitas, perilaku konsumen, pendidikan, dan kesehatan publik menggunakan survei, eksperimen sosial, dan analisis statistik. Sosiologi Durkheimian, dengan fokus pada fakta sosial, memberi legitimasi ilmiah pada studi sosial yang sebelumnya dianggap sekadar spekulasi.
Di bidang hukum, teori positivisme dari H. L. A. Hart dan Joseph Raz membantu membentuk pendidikan hukum modern. Mahasiswa hukum di Oxford, Harvard, dan universitas terkemuka Asia diajarkan untuk menganalisis hukum secara objektif, terlepas dari moralitas, sehingga menghasilkan pendekatan hukum yang konsisten dan dapat diprediksi.