Mohon tunggu...
Rahmat Asmayadi
Rahmat Asmayadi Mohon Tunggu... Guru - Pendaki ⛰

Pengajar💡 yang suka ngeblog✏, jejaring sosial, bola⚽, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi📲~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sabar dan Menunggu di Kala Hujan

25 September 2019   15:19 Diperbarui: 25 September 2019   21:53 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hujan. Bisakah kamu membawa semua rasa bimbang, rasa cintaku, dan semua rasa yang membuat penat hati dan kepalaku?

Mungkin kata sabar adalah kata yang paling menyebalkan yang pernah aku dengar. Karena sabar harus rela menunggu dan terus menunggu tanpa kepastian yang pasti. Kata sabar tidak bisa menjelaskan suatu hal dengan pasti. Tapi itulah sabar. Aku harus rela menunggu kamu dan harus bersahabat dengan sabar. Sabar memang sakit, tapi hasil yang diraih bisa sangat memuaskan, dan bisa juga mengecewakan. Dan itulah yang aku masih pertimbangkan, memilih sabar atau berhenti. Sabar itu nggak pasti adanya. Sabar itu PHP. Sabar itu gantungin banget. Dan sabar itu harus rela berkorban. Itulah yang aku lakukan hingga kini. Sabar dan terus sabar, menunggu kamu peka sama semua perasaan yang sudah aku berikan.

Dan itu yang membuatku berpikir lebih dari seribu kali untuk bersabar menunggumu. Hingga tepat dua jam  dibawah derasnya hujan, aku masih sabar menunggu dirimu. Aku sudah meramalkan kau akan datang ke tempat ini.

Memang hanya perkiraan tapi itulah cinta, dia akan dibutakan apapun itu.

"Sabar juga ada batasnya!" kata-kata itu sering memengaruhiku, membuatku semakin bimbang dengan pilihanku. Kata-kata itu berhasil menakutiku atas perasaan ini. Jika aku menyerah dengan sabar, apa aku juga harus menyerah sama kamu?

"Hi hujan, bisakah kamu membawa semua rasa bimbang, rasa cintaku, dan semua rasa yang membuat penat hati dan kepalaku?" ucapku lirih. Hingga aku menyadari suara itu, membuatku dalam sekejap menoleh ke arah sumber suara. Merasakan setiap bunyi yang berhasil ia keluarkan dari mulutnya. Mendengar keberadaanya berhasil membuat senyumku mengembang. Sebelum senyum itu mengembang secara sempurna. Sebelum jantung ini berdetak semakin kencang. Langkah kaki lain yang beriringan dengan suara injakan air, serta tawa di antara mereka. Dan dalam sekejap senyum itu luntur, mati, dan terkubur. Detak jantung ini pun tidak terasa berdetuk, rasanya aku sudah mati di tempat.

Sabarku tidak membuahkan hasil untuk kesekian kalinya. Langkah mereka beriringan dengan cipratan air yang mereka timbulkan. Mereka bahagia atas perasaan mereka, sementara aku mati atas rasa sabarku yang tidak membuahkan hasil.

Aku menerobos hujan, berharap hujan bisa membawa pergi semua rasa yang sudah mati ini. Semua rasa sakit yang mulai mengisi hati dan pikiran ini. Aku ingin berteriak, tapi mungkin petir yang akan mewakilinya, dan dalam hitungan detik petir mewakilinya itu. Aku menangis di bawah hujan. Berharap tangis ini membawa semua rasa sakit yang aku rasakan.
Tetapi kata-kata "Hujan, tolong bawa pergi semua rasa sakit ini" tidak manjur pada diriku ini.

Buktinya 2 jam itu hanya suatu semangat yang membuatku akhirnya lebih sabar lagi menunggu semuanya menjadi indah selama 2 tahun. Tapi mungkin dengan jarak yang lebih jauh, karena tidak mungkin aku menunggu dikala dia sedang berbahagia dengan yang lain. Memang bodoh menunggu seseorang dengan jarak yang sangat jauh. Namun, hanya ini yang bisa aku lakukan. Memang ada kalanya aku merindumu dengan semua perasaan kesalku yang tidak dapat memilikimu. Tapi aku tetap terus bertahan dengan sabar dan menunggu, walau itu menyakitkan. Karena itulah inti sabar dan pengorbanan cinta.

Cinta itu kekuatan yang paling luar biasa yang pernah aku rasakan, mampu melumpuhkan semua organ, syaraf, dan lainnya.

Tetapi, pada akhirnya aku kembali lagi kepada kata "Kalau sabar juga ada batasnya!" dan inilah akhir batasku. Akhir batasku bersabar menunggumu. Akhir batasku yang harus menerima semua ini dengan lapang dada. Bahwa dia bukan milikku, dia tidak akan pernah merasakan apa yang aku rasakan. Tetapi tunggu, ini hujan. Hujan punya banyak rahasia dan kejutan yang tersimpan di setiap butir yang jatuh ke bumi. Dan ini yang terjadi antara aku dan dia. Bahwa hujan memberikan aku sebuah kejutan yang tidak terduga yang mampu melumpuhkan seluruh syarafku. Membuatku mematung hebat tanpa nafas dalam beberapa detik. Dan inilah rekor terlamaku memandang wajahnya tanpa kedip. Bayangkan sebuah sabar yang membuatku mengutuk diriku sendiri karena mempunyai sebuah perasaan yang tak terbalas.

Sangat bodoh menanam cinta itu kepadanya. Sebuah "Hi" yang keluar dari mulutnya membuat ekspresiku tetap sama ketika berhasil menemukan dirinya tepat berada di depanku. Berbeda dengan 2 tahun yang lalu, suara tawa yang membuatku dalam sekejap menoleh dan melunturkan semua senyum sabar menunggu selama dua jam. Aku masih terpaku di hadapannya, masih tidak percaya atas kejutan yang diberikan hujan kepadaku. Kini ia mulai mengembangkan payungnya dan memayungi kami berdua. Kini dia memelukku erat. Dan aku masih dengan ekspresi yang sama, masih mencoba bangun dari mimpiku. Aku masih berusaha menyadari bahwa ini hanya mimpi;

"Dia tidak ada disini! Ini Cuma mimpi!" ucapku pelan dan lirih namun penuh emosi. Tetapi, pelukan ini menghangat di badanku. Aku merasakan detak jantung yang berdetak kencang seirama dengan detak jantungku dulu setiap kami hanya berjarak beberapa sentimeter.

Aku melonggarkan pelukan kami. Aku menatap matanya yang indah, yang selalu aku kagumi. Tapi mata itu kini menunjukkan sebuah keheranan. Memang aneh, bertemu kembali dengan kondisi seperti ini.

"Apa kabar?" ucapku yang akhirnya membuat percakapan dengannya untuk pertama kali. "Maaf..." ucapnya langsung terpotong dengan sebuah cubitan yang aku daratkan langsung di lengan kananya, membuat ia memunculkan ekspresi yang lucu dan seketika aku tertawa dan percaya bahwa ini bukan mimpi. Inilah dia, perempuan yang aku cinta dan aku tunggu dengan sabar. Kini aku yang memeluknya dengan erat, dia juga membalas pelukanku.

Tuhan aku mohon jangan buat semua keindahan ini hanya sementara. "AISHITERU!!" ucapnya dengan lantang. Dan dalam sekejap aku melepaskan pelukan kami. Lalu beralih memandang wajahnya kembali. Aku memunculkan ekspresi seperti biasa, setiap mendengar bahasa itu. Setelah aku mengetahui ia dengan yang lain aku membenci semua yang ia suka, termasuk bahasa itu yang tidak akan pernah aku sebut lagi.
"Ku, mohon, ini bukan di masa kuliah lagi. Please jangan pernah pakai bahasa itu lagi!" ucapku kesal dengan memunculkan ekspresi kesal yang menurut dirinya itu lucu dan membuat tangannya berhasil mencubit kedua pipiku dengan gemas. "Aduh!!"

"Kalau mau jadi pacarku, suka nggak suka harus denger, belajar, lihat bahasa jepang"
Pernyataan itu membuat bingung. Aku tau apa yang tadi ia ucapkan, ia mengatakannya dengan lantang dan aku tau itu. Sabarku berbuah hasil, walaupun perlu proses yang panjang. Tapi apa aku juga harus mengorbankan ini juga? Dan akhirnya sebuah pemikiran bodoh yang kenapa melintas di benakku dan keluar dengan jelas begitu saja.

"Kamu kan nggak pernah fight buat aku! Kamu juga nggak pernah berkorban buat aku! Kenapa untuk ini aku harus berkorban buat kamu? Memang bukan masalah suka atau tidak sukanya. Tapi aku jadi nggak tau apa kamu akan fight buat hubungan kita kelak nanti?"
Aku menundukkan kepalaku, menyesali semua yang sudah keluar dari mulutku. Padahal aku sudah sampai di puncaknya, aku sudah mendapatkannya, tapi aku malah merobohkan semuanya. Tapi memang itu adanya, kalau pada akhirnya hanya aku saja yang berkorban, apa arti cinta ini sesungguhnya? Kami berdua menundukkan kepala. Terdiam dalam kesunyian yang sudah aku ciptakan. Aku mengutuk diriku sendiri karena sudah mengeluarkan pernyataan itu yang seharusnya belum saatnya keluar.

"Maaf...", akhirnya ia memecah keheningan di antara kami, membuatku menengadakan kepalaku mentap kedua matanya yang sudah berubah ekspresi kecewa. "Kamu benar, aku belum berkorban buat kamu. Aku belum bisa menunjukkan keseriusan aku sama kamu..." ucapannya terhenti, aku masih menatap setiap semua yang ia keluarkan dari mulutnya, ia mengambil jeda dan menarik nafasnya. "Maaf, kalau aku belum pantas buat kamu. Kamu udah terlalu banyak berkorban demi aku. Kamu udah banyak fight buat aku".

Dia membalikkan badannya, siap-siap meninggalkan semua kejutan yang sangat indah yang diberikan oleh hujan. Dan dengan bodohnya dengan semua pernyataan yang aku keluarkan, merobohkan semuanya.

"Tunggu!" ucapku lantang tapi kelantanganku belum bisa mengalahkan suara ramai yang ada di bandara ini. Tetapi setidaknya bisa membuatnya menoleh ke arahku.

"Tapi kamu.. kamu mau kan coba lagi dari nol?"

"Kamu mau kan, fight buat aku dan kita? Kita bisa mulai lagi dari "Hi"".

Dia mengangguk dan kembali memelukku dengan erat. "Hi. Aku berjanji bakal fight buat kamu dan tentunya untuk kita. Kamu mau kan menunggu untuk proses itu?" kali ini senyum yang dulu gugur untuk mengembang dengan sempurna, kini dengan sangat indah mengembang di wajahku. "Aku akan dengan sangat sabar. Aku sudah bershabat dengan sabar dan menunggu. Kalau itu untukmu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun